SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM – Nama Bandungan tentu sudah tidak asing lagi bagi wisatawan yang sering melancong ke wilayah Kabupaten Semarang.
Biasanya para wisatawan pergi ke Bandungan karena udaranya yang sejuk. Selain itu juga harga sayur dan buah-buahan di pasar Bandungan yang murah menjadi alasan wisatawan berkunjung ke tempat ini.
Eit, jangan berhenti dulu! Sebab, di Bandungan juga terdapat cemilan khas yang wajib dicoba. Namanya Torakur, yang merupakan akronim dari tomat rasa kurma. Dijamin, rasanya mampu menggoyang lidah.
Cemilan Torakur di Bandungan tak bisa dilepaskan dari sosok Sri Ngesti Wati (58). Perempuan yang akrab disapa Bu Ngesti ini merintis usaha tersebut sejak 2002.
Delapan belas tahun. Usia yang tidak lagi muda untuk sebuah usaha. Ngesti berkisah, ide membuat torakur itu muncul, dilatarbelakangi melimpahnya tomat di kawasan Bandungan dan harganya yang sangat murah.
“Bahkan, di sini, tomat kadang malah dibuang-buang. Seperti barang tak berharga,” ujarnya.
Ia mengatakan, sekitar tahun 2002, tomat di tempat itu harganya sangat murah. Di pasar, per kilo cuma Rp 250 saja. Dan tidak jarang, para petani membuang tomatnya karena terlalu banyak.
“Dari situasi inilah, saya berinisiatif membuat oleh-oleh khas Bandungan berbahan baku tomat yang tahan lama dan memiliki nilai jual,” ujar Ngesti saat bincang-bincang dengan Joglosemarnews, Selasa (8/9/2020).
Untuk bisa menjadi Torakur yang enak seperti sekarang ini, tidak mudah bagi Ngesti untuk mendapatkan resep yang pas.
Dia tidak hanya membuat percobaan resep satu atau dua kali saja. Namun sudah banyak percobaan resep yang dia coba. Setelah berkali-kali membuat dan meminta pendapat teman-temannya, akhirnya dia mendapatkan takaran atau resep untuk membuat Torakur yang terbaik, hingga menjadi seperti sekarang ini.
Ngesti mengatakan, meskipun namanya tomat rasa kurma, namun dalam pembuatan Torakur itu sama sekali tidak menambahkan buah kurma.
Proses pembuatan Torakur sendiri terbilang tidak mudah.
“Pertama kita sortir tomatnya dulu, kemudian dikupas pangkalnya sedikit, lalu ditusuk-tusuk, kemudian direndam pakai air kapur, lalu dikeluarkan bijinya,” ujar Ngesti sedikit membeberkan sedikit rahasia dapurnya.
Setelah itu, lanjut Ngesti, tomat kemudian dicuci dan ditiriskan. Direbus dengan gula, jika sudah matang, tomat ditiriskan dan besoknya baru bisa dijemur.
Penjemuran yang pertama dilakukan 2 – 3 hari. Kemudian, jika sudah setengah kering baru bisa dibentuk menjadi kurma.
“Setelah dibentuk menjadi kurma, Torakur dijemur lagi. Jadi untuk membuat Torakur ini kurang lebih satu minggu lamanya,” ujar Ngesti.
Menurut Ngesti, sebelum terdampak pandemi, usaha Torakur miliknya bisa memproduksi hingga 250 kg tomat per hari.
Namun, setelah new normal, usaha tersebut hanya bisa memproduksi sekitar 180 kg per hari. Bahkan, karena pandemi ini, Ngesti terpaksa berhenti selama enam bulan, dan dengan berat hati juga harus merumahkan karyawannya.
Kemudian, sekitar awal bulan September ini Ngesti mulai memproduksi Torakur kembali. Kali ini, tidak hanya Torakur saja yang dijual. Ia juga membuat sirup jahe dan dodol tomat. najmi yafi