SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penetapan tersangka terhadap Kades Sepat, Masaran, Sragen, MUL, terkait kasus pengerukan tanah embung desa, berbuntut panjang.
Warga pun menyatakan siap menggelar demo besar-besaran demi membela Kades mereka agar bisa terbebas.
Pasalnya mereka meyakini dan mengetahui bahwa pengerukan embung semata-mata demi kepentingan warga, bukan untuk pribadi Kades.
“Kemarin kalau nggak kami cegaki (cegah), warga sudah mau nggeruduk ESDM dan Polres. Dan ini warga ribuan orang dari kemarin sudah siap kalau memang tidak ada kearifan dari aparat dan pemerintah, nanti semua siap turun berdemo. Karena ini benar-benar sudah nggak masuk logika dan tidak adil untuk Pak Kades,” ujar Suyadi, salah satu tokoh masyarakat Sepat, Rabu (28/10/2020).
Ia menyampaikan penetapan tersangka itu sangat melukai hati warga Sepat. Sebab pengerukan embung itu dilakukan atas aspirasi warga dan digagas semata-mata untuk mendatangkan nilai kemanfaatan bagi masyarakat.
Suyadi menerangkan kemanfaatan ang pertama, embung yang sudah mangkrak 2 tahun, dengan dikeruk maka akan bisa berfungsi kembali untuk mengairi sawah petani di desa setempat.
Kemudian yang lebih penting, tanah kerukan itu bisa digunakan untuk membuat jalan baru sebagai akses alternatif penghubung dari Dukuh Plosorejo menuju jalan utama Sepat-Jambangan.
Jalan itu sangat dibutuhkan karena bisa menjadi alternatif akses bagi warga. Jika ada warga di wilayah sisi utara embung punya hajat dan menutup jalan, maka warga masih bisa melintas lewat jalan alternatif tersebut.
Saat ini jalan baru dengan lebar 6 meter sepanjang hampir 1 kilometer itu sudah hampir selesai dengan semua tanah dari embung.
Menurutnya, jalan baru itu juga dibuat gotong rotong warga tanpa sepeserpun mendapat anggaran desa maupun pemerintah.
Lantas, jalan itu dibuat tanpa pembebasan lahan. Karena dibangun di tanah sawah milik beberapa warga yang rela mengikhlaskan demi bisa memiliki akses jalan untuk mengangkat ekonomi serta pertanian warga.
“Apa pemerintah mau peduli ketika ratusan petani di desa kami nggak bisa panen karena air nggak ada. Kemudian apa pemerintah bisa membuatkan jalan sepanjang itu ketika warga kesulitan akses. Mbok ya pemerintah itu empatinya dipakai, jangan asal semena-mena menersangkakan. Lihat dulu niatnya, sisi kemanfaatan dan tujuannya. Kecuali kalau Pak Kades kami ngeruk tanah semua dijual untuk kepentingan pribadi, silakan ditangkap. Lha ini Pak Kades nggak dapat apa-apa kok, malah tombok demi kepentingan warga,” tandasnya.
Suyadi menegaskan Kadesnya juga sama sekali tidak mengurusi pengerukan apalagi menerima setoran seperti yang dituduhkan.
Uang Rp 840.000 yang disita ESDM dan dianggap barang bukti itu merupakan uang untuk operasional pengerukan dan upah pekerja yang semuanya juga dikelola oleh warga.
Terlebih, pengerukan embung itu sebenarnya sudah mendapat rekomendasi dari bupati dan Pemkab.
Karenanya, ia dan warga berharap aparat dan pemerintah lebih arif dan bijaksana dalam memandang sebuah kasus. Tidak hanya asal memaksakan sebuah pasal ketika faktanya nilai kebaikan dan kemanfaatannya lebih besar serta tak ada niatan jahat di dalamnya.
“Pak Kades itu memperjuangkan mendatangkan backhoe sewanya saja Rp 3 juta perhari. Dan tanah kerukan bisa dilihat sendiri sudah jadi jalan itu, kalaupun ada yang dijual satu dua truk kami rasa wajar untuk biaya operasional. Karena pengerukan itu juga nggak ada anggarannya dan bantuan pemerintah. Orang kaya di Sragen itu banyak, tapi yang tekan (berjiwa membantu) dan mau memikirkan sosial seperti Pak Kades itu bisa dihitung dengan jari. Wis Kades rekoso nomboki malah dituduh nerima upeti. Siapa yang nggak pegel Mas,” terangnya.
Tokoh warga Dukuh Plosorejo, Samidi (59) yang tinggal di dekat embung, menegaskan pengerukan embung murni inisiatif dan permintaan warga di wilayahnya yang mayoritas petani.
Sebab selama ini sawah di wilayahnya hanya tadah hujan. Petani hanya bisa panen satu kali dalam setahun lantaran tidak ada irigasi.
Kehadiran embung yang dibuat beberapa tahun silam saat Kades lama, juga tak bisa berfungsi karena hanya separuh yang dikeruk dan kemudian terbiarkan mangkrak.
“Lihat sendiri Pak, embung yang dulu dikeruk pakai anggaran Rp 50 juta saja mangkrak begini. Makanya kemarin warga minta ke Pak Kades agar dikeruk sehingga bisa nampung air dan kami bisa panen lebih dari sekali. Pak Kades menyanggupi, sampai kami relakan tanah sawah 6 meter sepanjang itu untuk buat jalan, yang penting embung dan jalan cepat jadi biar nanti kalau panen bisa mudah diangkut. Lalu yang punya usaha di sekitar sana bisa dapat akses juga. Jadi semua ini tujuannya untuk membantu warga, nggak ada ceritanya kok Pak Kades dibilang njual tanah kerukan itu,” terangnya diamini warga lain.
Samidi menuturkan ia dan warga juga sempat geram ketika tim ESDM tiba-tiba datang dan menuding proses itu melanggar.
Menurutnya, hal itu sangat tidak adil bagi Kades yang tidak menikmati apapun tapi sudah berjuang demi membantu kepentingan warga dan petani.
“Tanah kerukannya itu larinya ya untuk ngurug buat jalan baru itu dan jalan-jalan di Tembok dan Plosorejo. Bisa dicek juga. Dan pengerukan itu yang ngelola warga, Pak Kades nggak tahu menahu. Makanya ini warga sudah pada geram. Kemarin satu desa sudah siap demo. Jangankan hanya demo, nyawa pun siap kami serahkan demi Pak Kades kami. Karena kami tahu Pak Kades ini orang baik, benar-benar memperjuangkan warganya,” tegas Samidi diamini warga lain.
Sebelumnya, Polres Sragen menetapkan Kades Sepat, Kecamatan Masaran, sebagai tersangka kasus dugaan penyimpangan pengelolaan tanah galian C kerukan embung di desa setempat.
MUL ditetapkan sebagai tersangka atas temuan dari Dinas ESDM Provinsi Jateng perihal penjualan material galian pada embung. Tanah embung yang dilarang dikomersilkan diduga dijual.
Kasat Reskrim Polres Sragen, AKP Guruh Bagus Eddy Suryana mengatakan MUL ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan rekomendasi temuan dari ESDM.
Yang bersangkutan sudah diperiksa di Polres dengan barang bukti uang yang diduga setoran atau uang hasil penjualan material tanah urug dari proyek normalisasi embung.
“Iya benar sudah kami tetapkan tersangka. Dasarnya temuan dari ESDM Provinsi lapor ke kita dan kita tindaklanjuti. Setelah memenuhi unsur baru kita tetapkan tersangka. Kasusnya dari tambang ilegal proyek normalisasi embung di desa itu,” papar Kasat kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Jumat (23/10/2020).
Terpisah, saat dikonfirmasi JOGLOSEMARNEWS.COM , MUL menegaskan bahwa embung yang dikeruk atau dinormalisasi adalah embung desa.
Menurutnya tanah hasil pengerukan, sebagian untuk urug jalan dan sebagian memang dijual. Penjualan ke warga pun sebenarnya juga atas aspirasi dan permintaan warga.
Ia membantah uang penjualan masuk ke pribadinya. Akan tetapi uang penjualan semua dicatat dan digunakan untuk operasional normalisasi.
“Jadi nggak ada upeti ke pribadi saya. Uang itu juga digunakan untuk operasional. Semua ada catatannya. Tanah kerukan itu sebenarnya untuk urug jalan dan hanya sebagian kecil dijual atas permintaan warga karena untuk biaya operasional,” tegasnya. Wardoyo