Beranda Daerah Sragen Pengakuan Pria yang Ancam Bacok Bidan Desa di Tanon Sragen, Sebut Tak...

Pengakuan Pria yang Ancam Bacok Bidan Desa di Tanon Sragen, Sebut Tak Tega Lihat Kondisi Bapaknya. “Sambat Ususnya Seperti Terburai dan Rasanya Mau Mati Tenan!”

Tersangka pengancaman bidan desa saat diamankan di Mapolres Sragen, Rabu (7/7/2021). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pria berinisial S (47) warga Dukuh Genengsari RT 7, Kalikobok, Tanon, Sragen yang diamankan karena mengancam membacok bidan desa saat hendak menjemput pasien positif covid-19, akhirnya buka suara.

Pria paruh baya itu mengaku kecewa dengan bidan desa yang dianggap tidak menindaklanjuti perawatan terhadap bapaknya. Bapaknya dinyatakan positif terpapar covid-19 dan saat ini tengah sakit parah di rumah.

“Saya cerita dari hati saya ya Pak. Jadi Bapak saya itu diambil katanya sakit covid-19. Lalu ditaruh di rumah sakit Masaran. Setelah itu di sana dikasih obat banyak, Bapak saya sakit makin parah,” paparnya saat dihadirkan di Mapolres Sragen, Rabu (7/7/2021).

S menuturkan karena kondisi parah, bapaknya kemudian minta dipulangkan. Setelah dipulangkan, bidan desa kemudian datang.

Dirinya sebagai anaknya mengaku tak tega mendengar keluhan dan melihat kondisi orang tuanya yang sakit parah.

“Bapak saya bilang perutnya sakit. Mati tenan aku Pri, wetengku ususe kayak brodol- brodolo (perutku ususnya seperti terburai). Terus saya sama istri saya bilang, Mbak R (bidan desa) jangan ambil adik saya. Jangan ngurusi adik saya dulu, tapi orang tua saya tolong diperiksa apa suhu badannya, apa ada obat yang dosisnya lebih tinggi yang tidak pas di Bapak saya,” kata dia.

Saat itu, bidan R menurutnya hanya menjawab bahwa bapak S sudah tidak apa-apa dan covid-19 sudah hilang.

Baca Juga :  Ulang Tahun Partai Nasdem Ke 13 Adakan Donor Darah Bersama di Sragen Jawa Tengah

Jawaban itu membuatnya kecewa. Spontan dirinya langsung terpantik emosi dan mengambil parang saat bersih-bersih di kebunnya.

“Nah dari situlah saya hati saya kecewa Pak. Karena petugas harusnya mau ngontrol dulu, mau saya begitu apa obatnya atau suhu badannya. Saya kecewa, mau saya langsung diperiksa ternyata nggak diperiksa. Saya ambil parang dari kebun, saya pas bersih bersih,” tuturnya.

S kemudian mengatakan saat kejadian ia melihat warga sudah ramai-ramai. Saat itu dirinya masih membawa parang dan melampiaskannya ketika bertemu bidan R yang bersama petugas mau menjemput warga lain yang positif.

“Saya nggak ngalang-ngalangi mobil itu nggak. Saya minta hanya Bu R agar meriksa orang tua saya,” tuturnya.

Namun apapun alibinya, S tetap dianggap bersalah melakukan tindakan pengancaman kekerasan terhadap bidan desa.

Kapolres Sragen, AKBP Yuswanto Ardi mengatakan tersangka sudah diamankan di Mapolres Sragen berikut barang bukti sebilah parang sepanjang 70 sentimeter.

Ia mengatakan tindakan apapun dengan senjata tajam apapun baik senjata api dalam proses penanggulangan covid- 19 tidak dibenarkan.

Menurutnya, masyarakat memiliki media saluran untuk menyampaikan dengan koridor hukum yang ada dan tidak dengan cara-cara yang tidak benar.

“Saya sebagai Kapolres Sragen penanggungjawab Kamtibmas tidak inggin ada ketakutan tenaga kesehatan dalam penanggulangan covid-19 di Kabupaten Sragen. Saya beserta Dandim/0725 menjamin keselamatan dan kenyamanan seluruh tenaga kesehatan dalam mengulangi covid-19,” katanya saat konferensi pers di Mapolres, Rabu (7/7/2021).

Baca Juga :  Mengerikan! Plafon SDN Kalimacan Kalijambe Sragen Roboh, 3 Siswa Terluka dan Dilarikan ke Rumah Sakit

Dikatakannya, tidak boleh ada yang menghalangi petugas dalam menyelamatkan masyarakat.

Kasus itu diproses hukum dan diharapkan menjadi pelajaran seluruh masyarakat. Agar jangan sesekali melakukan perlawanan terhadap petugas meskipun tenaga kesehatan itu tidak dikawal oleh petugas keamanan.

“Namun mereka dilindungi undang-undang,” tandasnya.

Tersangka dikenakan UU Darurat tentang Penguasaan Senjata Tajam serta pasal 335 KUHP tentang Pengancaman Kemerdekaan Seseorang.

“Untuk ancaman hukuman terhadap undang undang darurat maksimal 10 tahun dan pasal 335 kitab undang undang pidana maksimal 1 tahun,” tandasnya. Wardoyo