SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Polemik pengadaan instalasi Oxygen Generator (OG) di RSUD Dr Soehadi Prijonegoro Sragen yang molor hampir 3 bulan terus menjadi sorotan.
Usai membuat Bupati murka, kali ini giliran DPRD setempat rame-rame menumpahkan kecaman mereka atas buruknya pengadaan alat senilai Rp 6,431 miliar itu.
Bahkan, Komisi IV yang membidangi, bersiap untuk mewacanakan pemanggilan kepada rekanan pelaksana pengadaan instalasi itu.
Hal itu dipandang penting untuk meminta pertanggungjawaban sekaligus shock therapy atas kinerja rekanan pelaksana yang dinilai tak bisa menepati komitmennya.
“Tidak hanya Bupati, kami di DPRD juga kecewa berat. Makanya kami akan wacanakan memanggil rekanan penyedia. Mengapa tidak bisa menepati kesanggupannya. Rekanan atau pihak ketiga jangan hanya mencari keuntungan tapi janjinya tidak terlaksana,” papar Ketua Komisi IV DPRD Sragen, Sugiyamto kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (18/9/2021).
Menurutnya kesalahan yang dibuat rekanan itu sangat fatal. Sebab janji 3 pekan selesai tapi sampai molor 3 bulan menunjukkan bahwa kinerja rekanan itu tidak kapabel.
Padahal alat OG itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat pada Bulan Juli lalu sewaktu pandemi di Sragen memuncak.
Sehingga ia menilai sebuah kewajaran ketika bupati pun sampai marah besar atas keterlambatan itu.
Tak hanya rekanan, manajemen RSUD utamanya direksi juga patut dimintai pertanggungjawaban atas keteledoran dalam menunjuk rekanan. Karenanya kasus pengadaan OG ini akan menjadi catatan terhadap kinerja RSUD maupun rekanan pelaksananya.
“Kemarin dari Direksi RSUD sebenarnya sudah kita panggil waktu pembahasan anggaran. Termasuk soal pengadaan instalasi oksigen generator itu. Tidak menutup kemungkinan nanti kita panggil lagi. Harapan kami, ini jadi catatan ke depan kalau RSUD mau mengadakan pembelian harap dicek bener-bener. Yang bonafit dari pihak ketiga itu. Bukan asal-asalan mencari pihak ketiga,” ujar legislator asal Masaran itu.
Sugiyamto menyebut saat dipanggil beberapa waktu lalu, direksi RSUD beralasan bahwa janji 3 pekan yang disampaikan oleh rekanan di awal hanya janji lisan tanpa ada tertulisnya.
Hal itu yang membuat rekanan sedikit di atas angin ketika pada akhirnya pekerjaan pengadaannya meleset jauh dari harapan.
“Tapi yang jelas kami dari Komisi IV tetap akan mengagendakan pemanggilan. Bagaimanapun ini anggaran rakyat dan akibat keterlambatan itu jelas merugikan karena harusnya bisa membantu penanganan Covid-19 di saat memuncak, tapi alatnya belum ada. Baru jadi setelah kasus mereda,” tukasnya.
Jadi Tak Berguna
Senada, anggota DPRD asal Gondang, Bambang Widjo Purwanto juga menyayangkan keterlambatan pengadaan instalasi OG yang molor hampir 3 bulan.
Dengan alat baru selesai di saat kasus Covid-19 landai, hal itu membuat pengadaan alat yang bernilai Rp 6,4 miliar itu akhirnya menjadi sia-sia dan kehilangan urgensinya.
“Kami melihatnya dari tujuan awal membeli alat untuk mengatasi kekurangan oksigen pada saat kasus Covid-19 melambung. Nah ketika molor sampai 3 bulan dan baru jadi ketika kasus sudah landai seperti ini, kan jadi nggak ada gunanya,” ujarnya.
Menurutnya, secara regulasi, apa yang disampaikan direktur bahwa pengadaan dengan melibatkan Kajari dan Kapolres sebenarnya sudah bagus.
Karena dengan begitu akan ada jaminan hukumnya. Namun ketika realisasinya ternyata tak sesuai target dan meleset jauh, hal itu yang tak bisa ditoleransi. Apalagi menyangkut peralatan yang urgen untuk kepentingan medis dan sangat menentukan nasib pasien Covid-19.
“Istilahnya sudah mahal-mahal dibeli kalau begini jadi nggak ada manfaatnya. Semestinya saat menunjuk rekanan itu diikat dalam sebuah perjanjian dengan jangka waktu. Lalu alasan komponennya dari luar negeri, mestinya sebelumnya kan sudah tahu dan diperhitungkan. Bukan bupati bilang 3 minggu disanggupi rekanan. Tapi kenyatannya molor sampai 3 bulan seperti ini,” ujarnya kesal. Wardoyo