JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Membaiknya kondisi di sektor kesehatan hingga aktivitas masyarakat kembali bergerak dan konsumsi kembali meninggi, ikut mendorong stabilnya angka inflasi.
Karena itulah, Pemerintah dalam sebulan terakhir ini telah menurunkan level PPKM hampir di seluruh daerah, seiring melandainya jumlah kasus Covid-19.
Seperti efek domino, pelonggaran status level PPKM tersebut mengakibatkan peningkatan penggunaan moda transportasi, khususnya angkutan udara.
Hidupnya kembali moda transportasi tersebut, pada gilirannya menunjang aktivitas dan mobilitas masyarakat yang semakin gencar seperti semula.
Kondisi ini mendorong komponen Harga Diatur Pemerintah (Administered Prices/AP) mengalami inflasi sebesar 0,33% (mtm), dan menjadi penyumbang terbesar inflasi Oktober yakni sebesar 0,06%.
“Aktivitas dan mobilitas masyarakat berangsur-angsur meningkat, tercermin dari inflasi Kelompok Transportasi sebesar 0,33% (mtm) dan memberikan andil sebesar 0,04%, yang utamanya disumbang oleh kenaikan harga pada tarif angkutan udara dengan andil 0,03%,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto.
Penurunan level PPKM hampir di seluruh daerah, telah mendorong mobilitas msyarakat terus meningkat meskipun masih dibatasi dengan syarat perjalanan yang cukup ketat.
Sementara itu, Komponen Harga Bergejolak (Volatile Food/VF) kembali mengalami inflasi sebesar 0,07% (mtm), dan 3,16% (yoy), setelah selama dua bulan sebelumnya mengalami deflasi yang disebabkan penurunan harga beberapa komoditas hortikultura.
Pada Oktober 2021, cabai merah justru menyumbang andil mencapai 0,05% atau mengalami inflasi sebesar 20,86% (mtm).
“Kenaikan komoditas hortikultura, semisal aneka cabai, seperti yang terjadi di Oktober ini perlu kita waspadai bersama-sama, mengingat saat ini telah masuk musim penghujan yang biasanya memang mengurangi produktivitas tanaman hortikultura,” ujar Menko Airlangga, seperti dikutip dalam rilisnya ke Joglosemranews.
Komoditas Pangan
Menurut Menko Airlangga, komoditas pangan lainnya yang mengalami kenaikan harga dan memberikan andil inflasi, yakni minyak goreng (0,05%) dan daging ayam ras (0,02%).
Sementara beberapa komoditas VF yang mengalami penurunan harga dan menyumbang deflasi yakni telur ayam ras (-0,03%), tomat (-0,02%), bawang merah, sawi hijau, bayam, kangkung (andil masing-masing sebesar -0,01%).
“Namun, permintaan domestik kembali melanjutkan momentum perbaikan. Ini terlihat dari inflasi inti yang tetap menyumbang inflasi Oktober 2021 dengan andil mencapai 0,05%, walaupun secara bulanan inflasi inti sebesar 0,07% (mtm), masih lebih rendah dari inflasi inti September 2021 sebesar 0,13% (mtm),” jelas Menko Airlangga.
Selain itu, perbaikan permintaan domestik tersebut juga tercermin dari Purchasing Managers’ Index (PMI) yang dilaporkan IHS Markit pada Oktober 2021 berada pada posisi ekspansif di level 57,2.
Nilai tersebut menurut Airlangg juga naik dari posisi bulan sebelumnya yang berada pada posisi 52,2. Level PMI Indonesia menggambarkan kondisi aktivitas usaha yang kembali menggeliat di seluruh sektor manufaktur Indonesia selama dua bulan berturut-turut.
Kalau diperhatikan, nilai PMI negara-negara di ASEAN lainnya sebenarnya telah berada di level ekspansif, namun angkanya masih berada di bawah level Indonesia, seperti Malaysia (52,2), Vietnam (52,1), dan Thailand (50,9).
Membaiknya level PMI Oktober 2021 sejalan dengan berlanjutnya penurunan kasus Covid-19 yang stabil. Peningkatan efektivitas pengendalian pandemi dan berlanjutnya berbagai Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) diperkirakan mampu menjaga momentum peningkatan aggregate demand masyarakat, sehingga menjadi insentif dalam mengakselerasi output di sektor manufaktur.
“Ke depan, Pemerintah meyakini target inflasi sampai akhir 2021 akan tetap bisa dijaga dalam rentang sasaran. Pemerintah juga akan terus mengantisipasi transmisi kenaikan harga komoditas global dengan menjaga pasokan dalam negeri, serta memastikan kelancaran distribusi, utamanya menjelang dan selama Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Natal 2021,” pungkas Menko Airlangga. Suhamdani