SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Polemik penarikan tanah bengkok atau kas desa jatah perangkat desa ke sistem keuangan desa (Siskeudes) membuat situasi makin memanas.
Di tengah audiensi menolak penarikan jatah bengkok yang digelar di DPRD Sragen, Senin (7/2/2022), kalangan perangkat desa mulai buka suara soal indikasi adanya intimidasi.
Saat audiensi berlangsung, salah satu perangkat desa asal Ketro, Tanon, Iksan menyampaikan ada indikasi tekanan kepada desa apabila tidak menginput tanah kasnya ke Siskeudes.
“Ada intimidasi, kalau tidak diinput maka pencairan ADD akan ditunda. BKK tidak akan dicairkan,” paparnya saat menyampaikan aspirasi di hadapan forum audiensi.
Iksan juga mempertanyakan mengapa penarikan jatah bengkok itu hanya berlaku pada perangkat desa yang aktif. Sementara perangkat yang sudah purna dan menerima bengkok jatah pensiun, tidak jelas pengaturannya di Perbup 76/2017.
“Mestinya Perdes yang purna dan masih tunjangan bengkok pengelolaan tanah kas, ya harus ditarik juga. Tapi mengapa yang ditarik yang aktif saja. Yang purna tidak ada aturan jelas,” urainya.
Kadus Kebonromo, Ambang mengamini adanya indikasi intimidasi terkait arahan ke desa untuk menginput tanah kas perangkat ke Siskeudes.
Ia juga menyayangkan tekanan dan intimidasi yang dilakukan birokrasi di atas terhadap desa.
“Sangat disayangkan. Ada intimidasi dari penguasa dalam hal input data kas desa ini,” ujarnya.
Ada Arahan Input
Ketua Praja Kecamatan Tanon, Agus Salim menyebut banyaknya desa yang diam-diam sudah menginput itu terjadi karena keputusan input ke Siskeudes selama ini lebih karena keinginan kepala desa.
Menurutnya, selama ini tak sedikit Kades yang menginput tanpa berkoordinasi dengan perangkat desanya.
“Pada waktu rekonsiliasi ada di Inspektorat atau PMD memang ada arahan supaya diinput. Input itu pun banyak perangkat yang tidak tahu,” jelasnya.
Terkait data 140 desa yang ternyata sudah menginput data ke Siskeudes, Ketua Praja Sragen, Sumanto menegaskan bagi Praja hal itu tidaklah penting.
Menurutnya input atau tidak input, Praja akan tetap berjuang untuk mempertahankan jatah tanah bengkok melekat pada jabatan perangkat desa.
“Input diparani neng omah, digoncengke. Memang ada yang cerita seperti itu. Suara teman- teman memang menyayangkan. Padahal konsekuensi dari menginput itu nanti mburine rekasa. Karena yang sudah input berarti harus melelang jatah bengkoknya,” terangnya.
Ia menegaskan secara prinsip perangkat desa dan Praja tidak menolak atau menghalangi pencatatan tanah bengkok perangkat ke buku aset desa.
Namun yang diperjuangkan adalah bahwa bengkok itu untuk tunjangan perangkat desa yang sesuai aturan UU 6/2014 melekat pada jabatan.
“Seperti lapangan itu kan aset desa, ditulis di buku aset desa tapi apa perlu diduitke? Enggak to. Seperti makam, jalan itu juga aset desa dan dicatat tapi nggak dimasukkan ke Siskeudes kan. Inilah bedanya PNS dan Perangkat desa. PNS tunjangannya duit. Kalau kamu tunjangannya bengkok. Kami hanya meluruskan aturan saja,” tandanya. Wardoyo