Beranda Daerah Sragen Fenomena Baru, Antrian Pembeli Pertalite di SPBU-SPBU Kini Makin Membeludak dan Mengular....

Fenomena Baru, Antrian Pembeli Pertalite di SPBU-SPBU Kini Makin Membeludak dan Mengular. Ternyata Ini Pemicunya!

Antrian panjang konsumen di layanan BBM Pertalite terlihat di SPBU Nglangon Sragen. Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pasca Kenaikan harga tiga jenis bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu, fenomena baru muncul di Sragen.

Sejak naiknya harga BBM Pertalite, Solar Subsidi dan Pertamax, antrian pembeli BBM jenis Pertalite di SPBU-SPBU Sragen mendadak berubah membeludak.

Hampir di semua SPBU, kini dihiasi antrian panjang para pembeli. Anehnya, meski kenaikan berlaku di 3 jenis BBM, antrian panjang hanya terjadi di layanan Pertalite.

Sedangkan pada Pertamax dan Solar Subsidi relatif masih normal, bahkan cenderung menurun.

Fenomena itu diakui oleh pengelola SPBU. Salah satunya, di SPBU milik Pemkab Sragen, SPBU Nglangon dan Pilangsari.

Supervisor SPBU Nglangon, Budi Hartanto menyampaikan sejak kenaikan harga BBM, jumlah pembeli Pertalite memang menunjukkan lonjakan signifikan. Bahkan antrian pembeli makin banyak dan mengular.

“Iya, kalau diamati kelihatannya hampir terjadi di semua SPBU. Antrian pembeli Pertalite makin panjang dan mengular. Di SPBU kami (Nglangon) pun juga sama,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Sabtu (24/9/2022).

Budi mengungkapkan fenomena antrian panjang di layanan Pertalite itu terjadi karena beberapa faktor. Pertama, karena selisih harga Pertalite di tingkat eceran dengan di SPBU yang relatif signifikan.

Jika di SPBU, Pertalite dijual Rp 10.000, di tingkat eceran rata-rata pedagang menjual Rp 12.000 perbotol.

Baca Juga :  Dukung Program Presiden Prabowo, Kapolres Sragen AKBP Petrus Parningotan Silalahi Hadiri Peluncuran Gugus Tugas Pendukung Ketahanan Pangan di Kecamatan Ngrampal

Meski volumenya kemungkinan satu liter lebih sedikit, dengan selisih hampir Rp 2000 itu diduga membuat konsumen dan warga memilih beralih membeli ke SPBU.

“Bagi warga, uang Rp 2000 itu dianggap sudah selisih yang tinggi. Makanya mungkin mereka milih ngalahi ngisi di SPBU. Itulah mengapa antrian di layanan Pertalite makin mengular,” urainya.

Antrian panjang menghiasi loket layanan Pertalite di salah satu SPBU di Sragen. Foto/Wardoyo

Faktor lain adalah pembatasan layanan pembelian untuk jeriken. Bahkan SPBU memang tidak diperbolehkan melayani pembelian konsumen untuk dijual eceran.

Hal itu membuat kesediaan BBM Pertalite yang sebelumnya mungkin banyak dijumpai di lapangan, kini menjadi lebih sedikit.

Walhasil, karena jarang didapati di lapangan, konsumen atau warga akhirnya lari ke SPBU terdekat.

“Pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar pun juga sangat ketat. Kami hanya melayani sesuai ketentuan dan pembatasan yang berlaku. Semua pembelian dicatat di sistem sehingga tidak bisa semaunya. Apalagi mulai 1 September sudah menerapkan pembelian BBM pakai aplikasi MyPertamina,” ujarnya.

Ilustrasi konsumen BBM Pertalite subsidi saat mengantri mengisi BBM di salah satu SPBU di Sragen Kota. Foto/Wardoyo

Kepala Diskumindag Sragen, Cosmas Edwi Yunanto mengatakan saat ini hasil rapat terkait kebijakan pembatasan BBM untuk konsumen non kendaraan sudah dinaikkan ke Setda.

Rapat dengan asisten yang membidangi juga sudah dilaksanakan. Saat ini tinggal menunggu keputusan dan surat resmi dari Pemkab terkait syarat dan batasan maksimal pembelian.

Baca Juga :  Satuan Narkoba Polres Sragen Tangkap Pelaku Pengedar Narkoba Jenis Sabu dan Obat Berbahaya Lainnya

“Kemarin sudah dirapatkan dengan Pak Assisten 2, tinggal menunggu keputusannya,” paparnya.

Sembari itu, masyarakat petani dan UMKM masih dilayani membeli di SPBU dengan syarat membawa surat rekomendasi dari kelurahan. Kemudian untuk batasan pembelian sementara mengacu pada aturan lama.

Yakni untuk pembelian BBM subsidi pertanian, maksimal 30 liter per jeriken per hari. Namun mereka harus tetap membawa surat rekomendasi dari kelurahan atau dinas berwenang terkait, dalam hal ini dinas pertanian.

Sedangkan untuk UMKM juga berlaku hal yang sama. Yakni surat rekomendasi minimal dari kelurahan.

“Sementara masih pakai aturan lama. Maksimal 30 liter perhari dengan surat rekomendasi,” ujarnya. Wardoyo