Beranda Umum Nasional Bawaslu Terima 2.264  Aduan, 1.193 Diregistrasi, Mayoritas Pelanggaran Etika

Bawaslu Terima 2.264  Aduan, 1.193 Diregistrasi, Mayoritas Pelanggaran Etika

Ilustrasi warga sedang memasukkan surat suara / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM –  Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI menyatakan telah menerima 2.264 laporan atau temuan masalah dalam gelaran Pemilu 2024.

Di antara jumlah temuan masalah tersebut, pelanggaran kode etik menjadi kasus yang paling banyak terjadi.

Demikian data yang dipaparkan oleh  Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi (Divisi PP Datin) Bawaslu RI per 6 Maret 2024.

“Jumlah penerimaan laporan atau temuan adalah 2.264, yang terdiri dari 1.562 Laporan Masyarakat dan 702 Temuan Pengawas Pemilu,” kata anggota Bawaslu RI Lolly Suhenty melalui keterangan tertulis pada Senin (8/4/2024).

Dari 2.264 laporan atau temuan tersebut, hanya 52,69 persen atau 1.193 yang diregistrasi. Sementara itu, terdapat 604 laporan atau temuan yang tidak diregistrasi dan 467 lainnya yang belum diregistrasi.

Lolly mengatakan 531 dari 1.193 (44,51 persen) laporan atau temuan yang teregistrasi dinyatakan sebagai pelanggaran Pemilu. Sementara 386 lainnya dinyatakan sebagai bukan pelanggaran Pemilu.

Baca Juga :  Bahlil Hapus Subsidi BBM untuk Ojol, Ekonom: Pengangguran Bisa Melonjak

“Dan 279 laporan atau temuan atau 23,39 persen merupakan laporan atau temuan yang masih dalam status ‘proses penanganan’,” ucap Lolly.

Dilihat dari jenisnya, pelanggaran kode etik menjadi yang paling banyak terjadi selama Pemilu 2024. Lolly mengungkapkan 266 kasus dari 531 yang dinyatakan sebagai pelanggaran Pemilu merupakan pelanggaran kode etik.

Menurut Lolly, pelanggaran kode etik terjadi di berbagai tingkatan.

“Pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, antara lain: pelanggaran kode etik yang dilakukan Panwaslu Kecamatan, KPU tidak profesional dalam perekrutan PPK/PPS/KPPS, dan PPK tidak netral atau menunjukkan keberpihakan kepada peserta Pemilu,” ujar dia.

Adapun tren pelanggaran lainnya adalah 71 kasus pelanggaran administrasi Pemilu dan 63 kasus pelanggaran pidana Pemilu. Sementara itu, terdapat pula 131 kasus pelanggaran hukum lainnya.

“Untuk Pelanggaran Administrasi Pemilu, antara lain: KPU melakukan rekruitmen penyelenggara ad hoc yang tidak sesuai prosedur, kampanye di luar masa kampanye, dan KPU melakukan verifikasi adminsitrasi perbaikan tidak sesuai ketentuan,” ujar Lolly.

Baca Juga :  Pramono-Rano Unggul dalam Rekapitulasi KUP DKI di Kepulauan Seribu

Adapun kasus pelanggaran hukum lainnya didominasi ketidaknetralan aparat pemerintah. Di antaranya, kata Lolly, termasuk kasus-kasus yang menyangkut aparatur sipil negara, kepala desa, perangkat desa, hingga kepala daerah.

www.tempo.coh