JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Jawaban empat pejabat di Kementerian Pertanian (Kementan) secara otomatis menyudutkan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/5/2024) kemarin, empat pejabat kompak menjawab terpaksa memenuhi permintaan Syahrul Yasin Limpo melalui Biro Umum untuk urusan dan anggaran di luar kementerian itu.
Keempatnya mengaku takut dipecat atau dimutasi bila menolak permintaan tersebut.
“Ini, kan, perintah, ada konsekuensinya,” kata Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan.
Jawaban senada turut disampaikan tiga pejabat sekaligus saksi dalam persidangan ini, yaitu Direktur Perbenihan Perkebunan Kementan Gunawan, Kasubag Tata Usaha dan Rumah Kementan Lukman Irwanto, dan Bendahara Pengeluaran Direktorat Jenderal Prasarana Sarana Pertanian Kementan Puguh Hari Prabowo.
Ketika itu, Majelis Hakim menanyakan soal tanggung jawab para saksi yang mengetahui perbuatan mereka melanggar, tapi tetap dilakukan.
“Takut dipecat,” kata Gunawan.
Sementara itu, Hermanto sempat mengatakan dia dan tiga koleganya juga tak berani untuk mengingatkan Syahrul apabila permintaannya itu tidak sesuai dengan prosedur dan hukum.
Dia mengaku hanya menggerutu bersama tiga pejabat yang dihadirkan sebagai saksi dalam persidangan itu.
“Sesama kami saja (berbicara),” kata Hermanto.
Dalam sidang ini, para saksi sempat menyebut Syahrul meminta berbagai keperluan di luar anggaran kementerian, seperti sapi kurban, sewa pesawat, sembako dan sebagainya.
Jaksa KPK mendakwa SYL melakukan pemerasan di lingkungan Kementan bersama dengan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono, serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Muhammad Hatta.
“Secara bersama-sama telah melakukan pemerasan, serta gratifikasi senilai Rp 44,5 miliar,” katanya, dalam sidang perdana, Rabu (28/2/2024).
Syahrul Yasin Limpo dan kedua terdakwa lain dalam perkara korupsi di Kementan itu diancam pidana dalam Pasal 12 huruf e Juncto (jo.)
Pasal 18 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Saksi Sebut Pernah Diminta Anggaran 12 Ekor Sapi Kurban hingga Sewa Pesawat
Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian atau PSP Kementerian Pertanian Hermanto menyebut dirinya pernah diminta oleh Biro Umum untuk menyiapkan uang sebesar Rp 360 juta untuk membeli sapi kurban. Jumlah itu merupakan akumulasi dari 12 ekor sapi yang dianggarkan.
“Tadi saya sampaikan total di PSP itu dibebankan 12 ekor sehingga nilainya kurang lebih Rp 360 juta sekian,” kata Hermanto saat memberi kesaksian di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Rabu (8/5/2024).
Permintaan anggaran untuk sapi kurban itu tercatut dalam laporan yang disampaikan Jaksa KPK dalam persidangan. Jaksa menyebut Hermanto diminta untuk menyediakan uang di luar anggaran Kementerian Pertanian untuk membeli sapi kurban.
Menanggapi itu, Hermanto menyebut awalnya dirinya hanya diminta untuk menyiapkan anggaran tiga ekor sapi kurban. Namun, jumlah itu bertambah menjadi 12 ekor senilai Rp 360 juta.
Meski demikian, Hermanto mengklaim tak mengetahui apakah hewan kurban itu dibeli atau tidak.
“Tidak tahu, dibeli atau tidak atau mau dikasih kurban ke mana kami nggak tahu,” kata Hermanto.
Sementara itu, Kasubag Tata Usaha dan Rumah Tangga Kementerian Pertanian Lukman Irwanto mengaku juga mendengar permintaan tersebut. Dia menyebut Biro Umum juga pernah meminta untuk anggaran sembako, sapi kurban, dan sewa pesawat.
“Ada permintaan dari Biro Umum untuk kunjungan kerja menteri ke Maluku, Ternate, dan lainnya,” kata Lukman.
Soal menyewa pesawat, Lukman menyebut dirinya juga diminta membayar ke pihak travel sebesar Rp 1,4 miliar. Sewa privat jet ini disebut terjadi pada 2020 silam.
“Sewa pesawat untuk menteri dan eselon 1 sebesar 1,4 miliar,” kata dia.
Meski telah disewa untuk kegiatan kementerian, Lukman mengatakan para pucuk pimpinan tidak mengikuti kegiatan itu.
“Pimpinan kami tidak ikut. Pimpinan itu Ditjen, eselon 2 di PSP,” kata dia.
Sementara itu, Lukman mengaku anggaran sewa pesawat ini terendus oleh Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK. Dia mengatakan dalam laporan keuangan, BPK meminta pihak travel mengembalikan keuntungan sebesar Rp 140 juta yang dinilai terlalu tinggi.
“Direkomendasikan BPK untuk memulangkan kelebihan pajak dan peruntungan ke kas negara,” kata dia.
Saat pembayaran, Lukman mengaku kesulitan untuk melunasi tagihan itu. Akhirnya, atas permintaan pimpinan, dia mengaku merevisi anggaran.
“Barulah kami revisi anggaran. Pimpinan Pak Gunawan memerintahkan,” kata dia.