JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Nilai transaksi perjudian daring atau judi online benar-benar membuat geleng-geleng kepala, karena sampai menyentuh angka Rp 400 triliun.
Sementara itu, jumlah pemain judi online juga telah meningkat dengan tajam, menjadi tiga juta orang.
Itu adalah data terbaru yang diungkapkan oleh Direktur Pengendalian Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Teguh Arifiyadi.
Kementerian Kominfo, kata Teguh, terus mengambil tindakan tegas terhadap penyedia jasa yang terindikasi terlibat dalam praktik judi online.
Langkah yang dilakukan di antaranya mulai dari mewajibkan penyelenggara sistem khususnya barang dan jasa serta transaksi keuangan untuk melakukan pendaftaran Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE).
Jika penyelenggara tidak mendaftar, maka Kominfo berwenang untuk memutuskan akses.
“Jika ada indikasi pelanggaran, kami akan memberikan teguran pertama. Namun, jika tidak terdaftar (PSE) dan ada indikasi digunakan sebagai sarana judi online kami akan melakukan pemutusan secara langsung tanpa teguran,” ungkap Teguh dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (20/8/2024).
Di sisi pencegahan, Kominfo menyebut telah melakukan upaya pemberantasan secara masif. Ada tiga strategi utama yang digunakan Satgas Judi Online untuk mencegah penyebaran judi online alias judol.
Pertama, menggunakan mesin web crawler berbasis Artificial Intelligence (AI) untuk mendeteksi situs-situs judi. Kedua, melakukan patroli manual untuk menemukan anomali yang luput dari deteksi mesin. Ketiga, melakukan tindakan lanjutan berdasarkan pengaduan dari masyarakat.
“Kita sudah melakukan pemutusan akses terhadap berbagai situs dan aplikasi, tetapi Kementerian Kominfo tidak bisa bekerja sendiri. Harus ada dukungan dari hulu hingga hilir,” tutur Teguh.
Teguh melanjutkan, selama tujuh tahun terakhir, Kominfo telah memblokir 3,8 juta aplikasi yang terindikasi terlibat judi online. Dua juta di antaranya berhasil diblokir dalam satu tahun terakhir.
Meski demikian, lanjut Teguh, para bandar judi online semakin pintar dalam menutupi jejak mereka. Setiap kali satu situs diblokir, muncul metode baru yang digunakan para pelaku untuk menghindari pemblokiran.
“Biasanya masyarakat ini akan melaporkan tren-tren judol terbaru sehingga kita bisa meng-upgrade mesin kita untuk mendeteksi celah judol,” ucapnya.
“Tidak hanya terus memperbarui keyword, mereka bahkan meretas situs-situs resmi, seperti website dengan domain go.id dan ac.id. Kami terus mempelajari modus operandi mereka dan selalu siap dengan tim yang dedicated untuk menangani kasus ini,” ungkap Teguh.
Teguh juga menekankan edukasi menjadi hal terpenting dalam upaya pemberantasan judi online. Sebab, kata dia, semasif apapun pemblokiran yang dilakukan Kominfo, perjudian online akan terus berlanjut jika literasi masyarakat tidak ditingkatkan.
“Sebagai contoh, tak jarang masyarakat yang kerap tak bisa membedakan antara judi online dan game online. Padahal ciri utama dari judi online, adanya sistem deposit dan cash out, baik langsung maupun tidak langsung,” jelasnya.
Teguh menambahkan, upaya pemberantasan judi online ini memerlukan kerja sama antara pemerintah, masyarakat, dan penyedia layanan digital. Selain itu, peningkatan literasi digital dan tindakan tegas terhadap para pelaku, diharapkan mampu menekan praktik judi online ke depannya.