JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Partai Gerindra yang menjadi pengusung utama Presiden terpilih, Prabowo Subianto, tampaknya mulai “berbeda” pandangan dengan Presiden Joko Widodo soal ekspor pasir laut.
Sebagaimana diketahui, Presiden Jokowi telah mengeluarkan kebijakan yang lagi-lagi menuai polemik, yakni membuka keran ekspor pasir laut. Kebijakan yang sudah puluhan tahun dihentikan karena bertentangan dengan misi pelestarian lingkungan, kini dibuka lagi.
Namun, petinggi Partai Gerindra, Ahmad Muzani, yang juga Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), mengusulkan agar rencana kebijakan ekspor pasir laut hasil sedimentasi di laut ditunda terlebih dahulu.
“Ya, saya mengusulkan kalau bisa ekspor, rencana ekspor pasir laut kalau memungkinkan ditunda,” kata Muzani di Jakarta, Sabtu (21/9/2024).
Pernyataan Ahmad Muzani bisa dianggap penting karena Gerindra bakal menjadi partai penguasa setelah ketua umumnya, Prabowo Subianto, dilantik sebagai Presiden pada 20 Oktober 2024.
Sebelumnya Pemerintah mengeluarkan izin ekspor pasir laut dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut. Presiden Jokowi mengatakan, izin ekspor adalah pasir hasil sedimentasi di laut yang dianggap menyebabkan pendangkalan sehingga mengganggu pelayaran.
Namun kelompok lingkungan menentang keputusan pemerintah tersebut karena akan mengancam kelestarian laut. Ahmad Muzani mengatakan, dia meminta agar pemerintah secepatnya melakukan penundaan realisasi rencana kebijakan tersebut.
“Kami berpikir kalau bisa pelaksanaan tentang ekspor pasir laut secepat mungkin, kalau mungkin ditunda,” ucapnya.
Terlepas apakah kebijakan tersebut nantinya akan dapat mendatangkan manfaat dari sisi ekonomi.
“Selalu saja alasannya adalah alasan untuk memberi pendapatan kepada negara agar negara bisa mendapatkan pundi-pundi yang lebih besar dari kegiatan ini,” ujarnya.
Dia pun meminta agar rencana kebijakan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut dikaji kembali guna mempertimbangkan keuntungan atau justru kerugian yang akan lebih banyak diperoleh dari kebijakan tersebut.
“Kalau memungkinkan dicek dulu dari kegiatan ini antara manfaat dan mudaratnya. Ketika mudaratnya lebih besar dari pendapatan perekonomian yang kita dapatkan, tentu saja itu adalah sebuah kegiatan yang akan menjadi beban bagi kehidupan kita berikutnya, tetapi jika ternyata manfaatnya ternyata lebih besar, nanti itu untuk dipikirkan lebih lanjut,” tuturnya.
Dia juga berharap pemerintah mendengarkan pandangan dari para ahli lainnya, baik di bidang ekonomi hingga ekologi dan lingkungan.
Dia mengingatkan agar pemerintah memperhatikan dampak terhadap kerusakan lingkungan apabila kebijakan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut direalisasikan.
“Untuk kita perhatikan bahwa kita akan menghadapi sebuah perubahan dan masalah ekologi laut yang cukup serius ke depan kalau kegiatan ini dilanjutkan, meskipun dari sisi perekonomian juga kita akan mendapatkan faedah dan nilai tertentu dari jumlah ini,” kata dia.
Jokowi: Bukan Pasir Laut yang Diekspor
Sebelumnya, pada Selasa (17/9/ 2024), Presiden Joko Widodo membantah telah membuka ekspor pasir laut dan menegaskan bahwa ekspor yang dibuka adalah sedimen laut yang mengganggu alur jalannya kapal.
“Sekali lagi, itu bukan pasir laut ya, yang dibuka adalah sedimen. Sedimen yang mengganggu alur jalannya kapal,” kata Presiden Jokowi saat memberikan keterangan usai meresmikan Kawasan Indonesia Islamic Financial Center di Menara Danareksa, Jakarta, Selasa.
Dalam pernyataannya, Presiden Jokowi mengatakan bahwa sedimentasi air laut berbeda dengan pasir laut, meskipun wujud dari sedimentasi itu juga berbentuk pasir.
Aturan mengenai ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir laut ini tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2023 tentang Pengelolaan Hasil Sedimentasi di Laut.
Aturan lebih lanjut ada pada Permendag Nomor 20 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 22 Tahun 2023 tentang Barang yang Dilarang untuk Diekspor dan Permendag Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 23 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
Namun Kementerian Perdagangan menyebutkan ekspor hasil sedimentasi di laut berupa pasir hanya dapat dilakukan selama kebutuhan dalam negeri telah terpenuhi.
Dikatakan pengaturan ekspor hasil sedimentasi berupa pasir laut dilakukan untuk menanggulangi sedimentasi yang dapat menurunkan daya dukung serta daya tampung ekosistem pesisir dan laut, juga kesehatan laut.
Selain itu, pengaturan ekspor pasir laut dapat mengoptimalkan hasil sedimentasi di laut untuk kepentingan pembangunan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.