SRAGEN– Mawar (11) siswi sebuah SD di Kalangan, Gemolong yang terpaksa berhenti sekolah karena trauma dan tak tahan jadi korban pencabulan gurunya, ternyata berasal dari kalangan keluarga tidak mampu.
“Iya, kasihan sekali. Rumahnya nggak layak huni, orangtuanya juga ekonomi tidak mampu, ” papar Koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) Sragen, Sugiarsi, Sabtu (24/2/2018).
Aktivis berusia 75 tahun yang getol membela korban kekerasan gender di Sragen itu menuturkan rumah korban hanya kecil dengan dinding gedeg atau dari bambu.
Karenanya, ia berharap fakta miris itu bisa menjadi perhatian Polres untuk segera mengusut tuntas kasus itu. Terlebih, dari keterangan korban dan ibunya, korban pencabulan sang guru diperkirakan sudah mencapai 13 siswi.
Kasus dugaan pencabulan itu terungkap ketika orangtua korban meminta pendampingan dari Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) Sragen, Kamis (22/2/2018). Koordinator APPS, Sugiarsi mengatakan dirinya diminta mendampingi kasus itu sekaligus memberikan terapi psikis kepada korban yang saat ini mengalami depresi berat atas kejadian itu.
“Kemarin kami ke rumah korban bersama psikolog Dewi Novita untuk memberikan pendampingan mental. Karena kondisi psikisnya memang drop. Kasihan sekali wong tuwane sangat miskin. Tahunya, ibunya itu curiga dan bingung sudah beberapa bulan anaknya nggak mau sekolah dan sering ngengkleng (bengong). Ternyata setelah ditanya mengaku digitukan oleh gurunya itu sejak lama, ” papar Sugiarsi Kamis (22/2/2018).
Menurut Sugiarsi, kasus dugaan pencabulan oleh oknum guru itu sudah dilaporkan ke Polres Sragen sekitar sepekan silam. Dari pengakuan korban, kata dia, aksi pencabulan dilakukan sejak lama dan berulangkali.
“Melakukannya di beberapa tempat. Kadang di sekolah, di kamar mandi sekolah. Pengakuan korban di manapun ada kesempatan, pelaku ini selalu memanfaatkan dan melakukan itu, ” jelasnya. Wardoyo