Pemandangan di belakang panggung Wayang Orang Sriwedari. Melongok di beberapa sudut, tampak para pemain sedang sibuk masing-masing. Ada yang merias wajahnya dengan bedak atau lipstik, ada yang meluluri badannya dan menyisir rambutnya. Di depan sebuah cermin, seorang pemain bertubuh besar sedang melukis alisnya dengan tebal. Kali ini peran yang dimainkannya adalah menjadi Bima , salah satu Pandawa bertubuh kekar dan paling kuat di antara kelima Pandawa tersebut. Coretan alis yang tebal, ditambah eyes shadow dan lipstik merah muda tanpa ragu , seolah mengesankan lakon Bima yang super tegas, kuat pendirian menyatu dengannya.
Tak jauh darinya, tampak seorang pemain sedang menggunakan jarik yang menjadi jatahnya malam itu. Wajahnya penuh celemongan warna putih, identik sebagai lakon yang biasanya masuk Goro-goro atau lawakan. Ah ternyata ia menjadi Bagong.
Beranjak di sebelahnya, seorang “buto” sudah siap dengan setiap riasan wajah maupun kostumnya. Ia hanya tinggal menunggu adegan yang menuntutnya segera keluar panggung. Seto, pemain Wayang Orang tersebut, mendapat peran dari sang sutradara menjadi tokoh antagonis malam itu, seorang buto yang akan menghadang dan melakukan penculikan di tengah hutan.
“Hari ini jadi buto, kemarin jadi Gatotkaca. Dapat yang jahat atau yang baik sama saja, namanya kan hanya peran,”ujarnya sambil tertawa, dengan dandanan yang menyeramkan.
Santai, penuh tawa dan canda namun tetap profesional. Gambaran yang jelas ketika mengobok-obok belakang layar pementasan Wayang Orang Sriwedari tersebut. Hal ini diakui Koordinator Wayang Orang Sriwedari, Agus Prasetyo tak lepas dari kebiasaan setiap hari para pemain dan kru Wayang Orang Sriwedari yang terlibat.
- Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
- Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
- Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
- Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com