![IMG_0395-640x400](https://i0.wp.com/joglosemarnews.com/images/2018/04/IMG_0395-640x400.jpg?resize=640%2C400&ssl=1)
![](https://i0.wp.com/joglosemarnews.com/images/2018/04/IMG_0395-640x400.jpg?resize=500%2C313&ssl=1)
SRAGEN- Anggota Dewan Perwakilan RI (DPR RI) dari Fraksi Gerindra, Rahayu Saraswati Djojohadikusumo meminta masyarakat mulai memahami dan peduli terhadap kasus kekerasan seksual maupun kekerasan berbasis gender di lingkungannya. Ia juga berharap kehadiran Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual bisa makin memperkecil celah proses hukum kasus kekerasan seksual.
Hal itu disampaikan Saras saat melakukan sosialisasi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Gemolong, Selasa (24/4/2018). Di hadapan puluhan tokoh perempuan di Sragen, ia mengatakan sosialisasi RUU itu menjadi penting supaya masyarakat memahami kekerasan seksual.
” Dengan pemahaman masyarakat, Rancangan Undang-undang ini bukan undang undang di atas kertas saja, namun semua masyarakat sepakat memerangi kekerasan seksual,” tegas anggota DPR RI dari Dapil IV Jateng ini.
Menurutnya saat ini masih banyak masyarakat yang belum mengerti kekerasan seksual itu apa. Dalam RUU tersebut, ada sembilan criteria sebuah tindakan bisa masuk kategori kekerasan seksual mulai dari kekerasan fisik hingga verbal.
“Kita sampaikan pelecehan seksual secara verbal saja juga merupakan suatu kekerasan seksual,” tegasnya.
Pihaknya menyampaikan sudah memperjuangkan RUU ini sejak lama. Dia menyampaikan meski banyak produk hukum tentang kekerasan seksual, namun masih ada celah hukum. Dengan RUU ini diharapkan celah tersebut dapat tertutup.
”Kita melihat seperti visum yang bisa digunakan sebagai alat bukti, kita harap visum dari psikolog juga berlaku, dengan RUU ini bisa menjadi gebrakan. Kita harapkan pemerintah mendukung, kita harapkan respon positif dari pemerintah,” tegasnya.
Sementara itu, Kordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS) Sugiarsi menyampaikan pihaknya sangat mendukung RUU tersebut. Dia menjelaskan dalam 14 tahun terakhir, ada 200 kasus kekerasan seksual di Sragen.
”Kalau kasus di Sragen fluktuatif, seperti 2016 lebih dari 30 lebih, ada penurunan di 2017, dan ini baru beberapa bulan, laporan sudah ada 3 kasus,” jelasnya.
Sugiarsi menyampaikan pihaknya menegaskan jangan sampai ada diskriminasi pada korban kekerasan seksual. Selama ini pihaknya mengakui masih ada diskriminasi pada korban termasuk di sekolah. Wardoyo