Beberapa tahun lalu atau mungkin hingga kini, diet dengan pola 5:2 sangat terkenal dan sudah menuai banyak pujian oleh sejumlah ahli gizi dan selebritas dunia. Konsep diet 5:2 sendiri sebenarnya sederhana, yakni membatasi asupan kalori selama dua hari dengan puasa.
Pada saat itu, konsumsi kalori dibatasi menjadi 500 untuk wanita dan 600 untuk pria. Sisanya, boleh makan apa saja yang disuka selama satu minggu. Kalau di Indonesia, konsep diet ini sangat mirip dengan puasa Senin Kamis.
Bagi sebagian orang, pola diet seperti ini dipercaya dapat membantu menurunkan berat badan. Namun, ternyata beberapa orang juga berpendapat bahwa diet ini dapat membantu mengasah ketajaman mental dan otak.
Dipresentasikan dalam pertemuan tahunan Society for Neuroscience pada November, para ilmuwan melaporkan bahwa puluhan tikus yang secara teratur dipaksa untuk berpuasa mengalami perubahan otak yang baik.
Neuron pada otak menerima lebih banyak energi yang memungkinkan untuk menumbuhkan lebih banyak koneksi pada otak.
Mark Mattson dari National Institute on Aging di Bethesda, Maryland, dan timnya melakukan penelitian ini terhadap 40 tikus. Beberapa di antaranya ada yang tidak diberi makan sama sekali dalam satu hari, juga ada yang diberi makanan dengan jumlah kalori sama dengan tikus yang berpuasa.
Pengamatan pada tikus tersebut menunjukkan bahwa berpuasa dapat meningkatkan sekitar 50 persen zat kimia otak yang disebut BDNF (faktor neurotropika yang diturunkan dari otak). Bagi manusia, BDNF terlibat dalam pembelajaran dan ingatan.
Tingkat protein dalam BDNF cenderung menurun seiring bertambahnya usia, terutama jika seseorang memiliki penyakit yang dapat mempengaruhi fungsi kognitif seperti Alzheimer.
“Ini sangat masuk akal dari perspektif evolusi,” kata Mark Mattson kepada Newsweek, Selasa (12/12/2017).
Mattson menjelaskan, nenek moyang manusia memiliki pola mengonsumsi makanan mirip seperti hewan di alam bebas yang bisa bertahan dalam waktu lama tanpa makanan. Bahkan, mereka bisa seminggu tidak berburu dan memakan semua mangsanya sekaligus.
“Mereka harus tetap berfungsi pada tingkat yang tinggi, baik secara mental maupun fisik. Jika sel otak bisa bertahan di sela waktu makan, kemungkinan besar sel akan memanfaatkan kesempatan berikutnya untuk mendapatkan energi lebih dan berkembang,” ujar Mattson.
Secara teori, Mattson berkata bahwa BDNF berfungsi untuk merangsang sel untuk menghasilkan lebih banyak mitokondria yang dapat membentuk energi agar sel otak dapat berfungsi. Saat produksi mitokondria banyak, maka sel otak bisa membuat lebih banyak koneksi ke sel otak lainnya.
Kalau pada hewan pengerat seperti tikus, puasa Senin Kamis seperti ini dapat menurunkan kerusakan sel setelah stroke dan memperpanjang umur.
Namun, tikus bukanlah manusia. Mattson kini sedang melakukan percobaan klinis untuk melihat bagaimana puasa bisa mempengaruhi fungsi otak pada wanita lanjut usia dengan cara melakukan diet 5:2 atau puasa Senin Kamis.
Dia menduga bahwa puasa Senin Kamis juga dapat berpengaruh pada kanker karena memaksa tubuh untuk berfungsi tanpa mempergunakan gula.
Namun, itu masih spekulasi. Untuk saat ini, gagasannya hanyalah puasa mungkin bisa membuat otak Anda bekerja lebih baik.