JAKARTA- Besarnya anggaran tunjangan sertifikasi untuk guru dinilai tak berbanding lurus dengan peningkatan kualitaa dan profesional tenaga pendidik. Bahkan, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyebut bahwa saat ini tunjangan sertifikasi yang makin besar, tidak mencerminkan apa-apa.
Hal itu disampaikan Menkeu saat berbicara kepada Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI), Selasa (10/7/2018).
“Saya dulu memulai bahwa guru harus disertifikasi. Saya senang, tapi sekarang sering sertifikasi itu tidak mencerminkan apa-apa. Dia mungkin hanya prosedural saja untuk bisa mendapat tunjangan,” kata Sri Mulyani di Aula Gedung Guru Indonesia, Jakarta, Selasa, 10 Juli 2018.
Sri Mulyani melihat sertifikasi guru saat ini bukan dijadikan sebagai gambaran guru yang betul-betul profesional dan bukan menggambarkan guru yang bertanggung jawab terhadap kualitas mengajar.
Menkeu meminta supaya guru berpikir keras bersama pemerintah mengenai kesejahteraan dan kualitas guru. Karena menurut Sri Mulyani 20 persen atau Rp 444 triliun alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 digunakan untuk sektor pendidikan.
Sri Mulyani mengatakan konstitusi Indonesia mengharapkan keberpihakan kepada sumber daya manusia. Oleh karena itu, menurut Sri Mulyani pendidikan menjadi hal yang sangat penting.
Kemudian, setiap tahun anggaran untuk pendidikan naik, karena pedapatan dan belanja negara naik. Menurutnya pada 2009 anggaran pendidikan sekitar Rp 160 trilun, pada 2013 naik menjadi Rp 332, dan pada 2017 juga naik menjadi Rp 419,8 triliun.
“Maka saya Menteri Keuangan pertama yang langsung melihat bahayanya mekanisme anggaran seperti itu, bukan bahaya mengalokasikan anggaran pendidikan, tapi mekanisme (naik tiap tahun atau dapat 20 persen) seperti ini akan membuat kita teledor untuk merancang penggunaan anggaran,” ujar Sri Mulyani.
Dari mekanisme seperti itu, Sri Mulyani menilai masih rendah peran guru dalam memikirkan anggaran yang di dapat untuk apa, dengan target tujuan apa yang dihubungkan dengan kepentingan anak-anak Indonesia yang harus dididik.
Pendidik dinilai perlu memikirkan lebih keras soal desain pendidikan Indonesia.
“Karena kalau semua orang pelaku pendidikan sibuk ingin gaji dan tidak memikirikan pendidikannya, jadi siapa yang memikirkan? Desainnya mau gimana? Kalau misal dapat 20 persen ini dipakai strateginya gimana? Apakah gaji, perbaikan kualitas guru, sekolah, atau teknologi?,” ujar Sri Mulyani.
Sri Mulyani juga mengatakan PGRI merupakan pilar penting yang tidak hanya memperjuangkan kesejahteraan termasuk tunjangan guru, tapi juga untuk memperjuangkan hasil pendidikan yang baik.
Menurut Sri Mulyani murid melihat sikap guru sebagai yang mewakili rakyat dan masyarakat Indonesia. Sikap tersebut juga terlihat dari cara guru menyapa, memberitahu, sampai menilai murid. “Integritas pendidik adalah nilai yang tidak bisa diperjualbelikan,” ujar Sri Mulyani.