SRAGEN- Ketua Umum Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Sragen, Ki Sunarto bertekad merangkul semua komponen seniman di bidang pedalangan di seluruh Sragen. Tak hanya itu, pihaknya sudah menyiapkan sejumlah agenda spektaker secara rutin untuk memberikan wadah bagi pelaku seni pedalangan utamanya generasi dalang muda di wilayah Sragen.
Hal itu disampaikan Ki Sunarto seusai dikukuhkan sebagai Ketua Umum Pepadi Sragen masa bhakti 2018-2023, di Taman Krido Anggo Sragen, Selasa (31/7/2018) malam. Ia mengatakan dengan jabatan yang diembannya, pertama ia akan menjaga soliditas dan membina hubungan baik antar seniman khususnya di dunia pedalangan yang jumlahnya ratusan.
Sejauh ini jumlah anggota dalang dan seniman yang tergabung dalam Pepadi mencapai 129 orang. Masih banyak dalang dan seniman yang diyakini belum terakomodasi.
Kemudian menggali potensi seniman utamanya generasi dalang muda yang banyak bermunculan di Sragen.
“Makanya target pertama kami solid dulu, dan mengakomodir semua seniman dan dalang yang ada di Sragen. Kita akan cari dan rangkul mereka agar bisa bersatu dan bersama membangun seni budaya Sragen lewat Pepadi, ” paparnya didampingi Wakil Ketua Umum I, Putut Wijanarko.
Sunarto yang juga menjabat sebagai anggota Koramil Kedawung itu menguraikan Pepadi siap untuk menjadi mitra pemerintah dan menyosialisasikan program pemerintah seperti amanah dari Ketum Pepadi Pusat. Kemudian agenda tak kalah penting, ke depan Pepadi sudah menyiapkan sejumlah program spektakuler untuk memberikan ruang bagi pelaku seni pedalangan untuk pentas dan unjuk kebolehan.
Salah satunya dengan mengagendakan pentas wayang secara rutin sebulan sekali di Krido Anggo Sragen. Pentas ini dikhususkan bagi seniman pedalangan muda.
Selain itu, juga akan diagendakan pentas wayang keliling pada 17 Agustus di beberapa kecamatan. Hal itu dimaksudkan untuk menggelorakan kembali semangat kecintaan masyarakat terhadap seni budaya wayang kulit yang selama ini menjadi salah satu ikon budaya Sragen.
Putut Wijanarko menambahkan untuk agenda pentas wayang kulit rutin bagi dalang muda di Krido Anggo, nantinya dikemas berbeda dengan wayang kulit pada umumnya. Menurutnya, pentas rutin itu akan ditampilkan lebih fleksibel dan dipadukan dengan kreasi seni zaman now.
Seperti iringan gamelan yang tak melulu gamelan saja akan tetapi ditambah dengan saxofon. Hal itu dimaksudkan untuk menggerakkan animo generasi muda menyukai wayang kulit dan merubah image wayang sebagai sebuah tontonan klasik yang monoton.
“Jadi memang dikonsep penuh kreasi. Makanya seperti malam ini, wayang kulit yang dipentaskan pun mayoritas pengrawit dan senimannya anak muda. Ada saxofon juga, biar anak muda mau tertarik nonton wayang dan enggak bikin ngantuk, ” terangnya.
Meski digarap dengan kreasi zaman now, ia memastikan kreasi yang ditampilkan tak sampai menabrak pakem pakeliran yang ada di seni pewayangan.
“Aturan pakem pakeliran tetap dikedepankan, tapi kemasannya disesuaikan dengan perkembangan zaman sehingga lebih menarik bagi penikmat seni dan menggerakkan masyarakat serta generasi muda agar lebih mencintai seni budaya jawa yang adi luhung, ” tandasnya. Wardoyo