JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Internasional

Masya Allah… Krisis Pangan, Jutaan Perempuan dan Anak-anak di Yaman Terpaksa Makan Daun-daunan

teras.id
   
Gambar yang diambil pada 2018 yang tidak bertanggal ini, dirilis oleh Dr. Mekkiya Mahdi, Kepala Pusat Kesehatan Aslam, menunjukkan seorang anak yang sangat kekurangan gizi di Pusat Kesehatan Aslam di Hajjah, Yaman. (Dr. Mekkiya Mahdi via AP)/teras.id

JAKARTA– Peperangan panjang memang berdampak buruk terhadap semua sendi kehidupan. Hal ini pula yang menimpa anak-anak di Yaman. Di tengah perang saudara yang berkecamuk, warga Yaman di wilayah terpencil di Yaman utara, terpaksa makan dedaunan untuk mencegah kelaparan.

Banyak keluarga, terutama anak-anak yang kelaparan, tidak makan apa pun kecuali daun pohon anggur lokal, yang direbus menjadi pasta hijau asam. Pusat kesehatan utama di distrik Aslam dibanjiri puluhan anak-anak yang kurus kering, seperti dilaporkan Associated Press, 16 September 2018.

Anak-anak balita yang sangat kurus, dengan mata menonjol, duduk di bak mandi plastik yang digunakan perawat untuk menimbang berat anak-anak. Kulit tipis anak-anak menunjukkan tungkai tulang mereka seperti pensil dan lutut yang melengkung. Perawat mengukur lengan bawah mereka, yang hanya memliki diameter beberapa sentimeter, menandai tahap terburuk malnutrisi di Yaman.

Gambar yang diambil pada 2018 yang tidak bertanggal ini, dirilis oleh Dr. Mekkiya Mahdi, Kepala Pusat Kesehatan Aslam, menunjukkan seorang anak yang sangat kekurangan gizi di Pusat Kesehatan Aslam di Hajjah, Yaman. (Dr. Mekkiya Mahdi via AP)/teras.id

Setidaknya 20 anak-anak diketahui telah meninggal karena kelaparan tahun ini di provinsi yang mencakup distrik tersebut, lebih dari tiga tahun dalam perang sipil yang menghancurkan negara. Jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi, karena beberapa keluarga melaporkannya ketika anak-anak mereka meninggal di rumah, kata para pejabat.

Di sebuah desa di dekat pusat kesehatan, seorang gadis berusia 7 bulan, Zahra, menangis dan menggapai dengan tangannya yang kurus, memohon ibunya untuk memberinya makan. Sayangnya, ibunya yang juga kekurangan gizi dan sering tidak dapat menyusui Zahra. “Sejak hari dia lahir, saya belum punya uang untuk membeli susu atau membeli obatnya,” kata ibu Zahra.

Zahra baru-baru ini dirawat di pusat kesehatan. Di rumah dia tidak memiliki apapun dan orang tuanya tidak mampu menyewa mobil atau sepeda motor untuk membawanya kembali ke klinik.
Jika mereka tidak membawanya ke rumah sakit, Zahra akan meninggal, kata Mekkiya Mahdi, kepala pusat kesehatan.

“Kami berada di abad 21, tetapi ini adalah perang yang kami derita,” kata Mahdi. Dia mengatakan telah mengunjungi desa-desa Aslam dan setelah melihat orang-orang yang hidup dari pasta daun, Mahdi mengatakan “Saya pulang dan saya tidak bisa memasukkan makanan ke mulut saya”.

Kelaparan yang semakin memburuk di Aslam adalah tanda kesenjangan dalam sistem bantuan internasional yang sudah kewalahan dan di bawah tekanan dari pemerintah setempat. Namun bantuan dari luar adalah satu-satunya hal yang bisa mencegah kematian yang meluas akibat kelaparan di Yaman. Kondisi di distrik ini juga dapat menjadi indikasi bahwa peringatan para pejabat kemanusiaan menjadi kenyataan.

Dalam enam bulan pertama tahun ini, provinsi Hajjah, di mana Aslam berada, mencatat ada 17.000 kasus kekurangan gizi akut parah, lebih tinggi daripada catatan setahun penuh, kata Walid al-Shamshan, kepala bagian gizi Kementerian Kesehatan di provinsi Hajjah.

Perang saudara Yaman telah menghancurkan kemampuan negara yang sudah rapuh itu untuk memberi makan penduduknya. Perang itu untuk melawan pemberontak Syiah dikenal sebagai Houthi, yang menguasai utara Yaman, melawan koalisi pimpinan Arab Saudi, yang didukung oleh Amerika Serikat.

Sekitar 2,9 juta perempuan dan anak-anak mengalami kekurangan gizi akut, dan 400.000 anak lainnya dengan gizi buruk berjuang untuk hidup mereka karena beresiko meninggal karena kelaparan.
Para relawan kemanusiaan prihatin atas serangan koalisi Arab yang berusaha mengambil alih kota pelabuhan Laut Merah Horyida yang dikuasai Houthi. Hampir 80 persen impor Yaman datang melalui pelabuhan, termasuk bantuan kemanusiaan.

Aslam adalah salah satu distrik termiskin di Yaman, dengan ratusan desa kecil, beberapa terisolasi di pegunungan tinggi di jantung Houthi. Populasinya sekitar 75.000 hingga 106.000 termasuk penduduk setempat di tambah pengungsi yang melarikan diri dari wilayah pertempuran.

Aslam bukan satu-satunya distrik yang dilanda kelaparan. Para pejabat kesehatan mengatakan distrik lain yang lebih dekat dengan zona perang mungkin tidak mendapatkan bantuan makanan sama sekali. Namun kelaparan di Aslam melonjak dan menjadi yang tertinggi di provinsi, dengan jumlah anak-anak yang dilaporkan menderita kekurangan gizi akut, yakni dari 384 kasus yang dirawat pada Januari, ditambah 1.319 lainnya menyusul dalam enam bulan ke depan, menurut catatan kesehatan setempat. Angka ini meliputi sekitar 15 persen dari anak-anak distrik.

Pusat kesehatan utama Aslam tidak memiliki dokter anak, tidak ada listrik, tidak ada tabung oksigen. Pada malam hari, petugas medis menggunakan lampu flash karena tidak ada bahan bakar untuk generator. Para ayah mengemis di pasar terdekat untuk 300 riyal, sekitar 50 sen AS, untuk membeli popok dan agar anak mereka bisa dibawa ke pusat kesehatan.

Di bawah tekanan berat dari pihak berwenang Houthi, lembaga internasional seperti WFP dan UNICEF dan mitra Yaman diharuskan untuk menggunakan daftar orang miskin yang disediakan oleh pejabat setempat.

Kritikus menuduh para pejabat itu melakukan diskriminasi, di Aslam, di mana banyak dari mereka adalah kaum “Muhammasheen” bahasa Arab untuk “Marjinalisasi”, yakni sebuah komunitas orang-orang Yaman yang berkulit gelap yang dijauhi oleh masyarakat lainnya dan dibiarkan bekerja sebagai pengumpul sampah, buruh kasar atau pengemis.

Seorang koordinator kemanusiaan di Hajjah mengatakan otoritas Houthi setempat mendistribusikan bantuan secara tidak adil. Beberapa warga mengatakan pejabat meminta uang suap untuk dimasukkan ke dalam daftar penerima makanan, yakni setara dengan sekitar 15 sen AS. Namun lembaga kemanusiaan AS tidak mampu mengawasi banyak pusat distribusi.

Orang-orang di Aslam semakin bergantung pada daun dari pohon anggur lokal, yang dikenal dalam bahasa Arab Yaman sebagai “hala” atau dalam bahasa Inggris sebagai Arabian Wax Leaf. Dulu hanya dimakan sesekali tapi sekarang semua penduduk makan untuk setiap kali makan. Para ibu menghabiskan berjam-jam memetik daun, lalu mencuci dan merebusnya. Namun terlalu banyak menyebabkan diare, karena air yang digunakan untuk mencuci tercemar oleh kotoran.

Di desa al-Mashrada, ibu Zahra memberi makan seluruh keluarganya dengan halas bubur. Dia memiliki tujuh anak lain, termasuk dua anak laki-laki dengan gangguan mental yang dirantai di dalam gubuk mereka sehingga mereka tidak berkeliaran. Sementara ayah anak-anak berkeliling kota untuk mencari makan.
“Kami hanya memiliki Tuhan. Kami miskin dan kami tidak punya apa-apa,” kata perempuan Yaman yang kelaparan itu.

www.teras.id

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com