SRAGEN- Kecaman terhadap kekerasan terhadap terus disuarakan. Sebab, selama ini, para seniman sudah sering mengalami beberapa kali perlakuan yang mengancam kenyamanan hingga menjadi sasaran kekerasan berbagai bentuk ketika bekerja di lapangan.
Ketua Dewan Kesenian Daerah Sragen (DKDS), Singgih Windarto mengungkapkan aksi pemukulan seorang master ceremony (MC) campursari saat tampil di hajatan salah satu warga di Jatisumo, Sambungmacan pekan lalu, hanya satu dari rentetan kasus serupa yang sudah menimpa sejumlah seniman.
Seingatnya, beberapa hari sebelumnya, insiden kekerasan serupa juga dialami pekerja seni saat manggung di sebuah desa di Kecamatan Masaran. Tak hanya kekerasan fisik, sejumlah seniman dan pekerja seni juga kerap mengalami ancaman jika tak menuruti keinginan pengunjung.
“Itu hanya beberapa contoh saja. Dan selama ini banyak perlakuan tak mengenakkan yang dialami seniman. Yang ancaman, pemukulan, dicegat di jalan ktu sudah sering dialami teman-teman seniman di lapangan. Makanya kami sudah sepakat untuk membuat 7 poin kesepakatan yang sudah kami sampaikan ke Pak Kapolres. Harapan kami, aturan ditegakkan. Kami hanya ingin kenyamanan dan keselamatan dalam bekerja,” paparnya Selasa (18/9/2018).
Singgih menyampaikan perlakuan tak mengenakkan itu sangat riskan dialami oleh seniman di semua lini mulai dari penyanyi campursari, MC, hingga kru atau pemain musiknya.
Karenanya, adanya penegakan izin durasi hiburan dan penegakan sanksi Perda Miras diharapkan bisa menekan pelanggaran dan perlakuan yang bisa mengancam para seniman.
Kasus kekerasan terhadap seniman juga diungkapkan oleh Ketua Pinastika (Paguyuban Organ Tunggal dan Campursari Sukowati), Antok Sriyanto.
Ia menyampaikan insiden pemukulan MC Jumbadi di Jatisumo, Sambungmacan pekan lalu bukan kali pertama dialami seniman. Dalam catatannya, bahkan di Sambungmacan pula sebelumnya juga terjadi kasus pelecehan seksual dan kekerasan yang menimpa seorang penyanyi campursari.
Ia menceritakan insiden memprihatinkan itu terjadi ketika seorang penyanyi campursari mendadak diremas pantatnya oleh penjoget yang diduga dalam pengaruh miras. Karena merasa dilecehkan, penyanyi itu kemudian memutuskan mundur dan menolak melanjutkan menyanyi.
“Lalu si penyanyi itu langsung pari ke belakang dan menolak melanjutkan nyanyi lagi. Tapi malah didatangi salah satu perangkat desa yang ada di lokasi. Bukannya dibela, tapi malah tangannya dipukul dan ditarik paksa agar mau lanjut nyanyi lagi. Ini kan sudah sangat keterlaluan. Makanya dari kejadian-kejadian itu, wajar lah kalau kami para seniman merasa terancam,” terangnya.
Tak hanya fisik, Antok menuturkan tak jarang pula para kru musik juga mendapat ancaman hingga pengrusakan alat. Mayoritas ancaman dan perlakuan kekerasan itu terjadi ketika jam pentas sudah habis namun para penjoget atau pengunjung tetap ngotot minta jam diundur.
“Yang paling riskan itu kalau mentas malam hari. Makanya harapan kami, Pak Kapolres bisa menandatangani spanduk atau MMT yang intinya salah satunya penegakan Perda Miras dan durasi izin hiburan malam hari hanya sampai pukul 24.00 WIB tepat,” timpal Singgih.
Menyikapi kondisi itu, Kapolres Sragen, AKBP Arif Budiman menegaskan siap membuatkan spanduk atau MMT sebagai komitmen tegas menjaga Kamtibmas yang akan dipasang di setiap pentas hiburan. Termasuk di dalamnya akan mengatur larangan miras hingga durasi operasional hiburan.
“Soal redaksionalnya ini baru disusun,” paparnya.
Terkait ancaman dan tindakan kekerasan yang dialami pekerja seni, pihaknya meminta agar berani melapor secara prosedur ke Polsek atau Polres. Polres siap menindak tegas dan memproses pelaku, sehingga bisa menjadi efek jera dan tak terulang kembali.
“Kalau hanya disimpan sendiri, didiamkan maka nanti gak ada efek jeranya. Kalau ada ancaman atau kekerasan silahkan laporkan, nanti akan langsung kami tindaklanjuti dan proses hukum. Kita tidak akan toleransi hal-hal seperti itu,” tandasnya.
Sebagai bentuk atensi, Kapolres juga mengaku langsung menginstruksikan semua Kapolsek di 20 kecamatan untuk tidak ragu mengawal penegakan aturan di lapangan terkait persoalan tersebut. Wardoyo