SRAGEN- Sidang putusan perkara pencabulan massal sejumlah siswi yang dilakukan oknum guru SD Kalangan, Gemolong berinisial SW (58) mendadak ditunda. Sempat beredar kabar, para kerabat korban yang berada di beberapa kota di Indonesia, bakal menggeruduk jaksa karena tuntutannya dianggap terlalu ringan.
Sidang putusan perkara pencabulan yang menjadi sorotan nasional karena berlangsung belasan tahun dengan korban belasan siswi itu, sedianya digelar di PN Sragen Senin (1/10/2018). Namun, mendadak ada pemberitahuan jika sidang putusan ditunda.
“Iya hari ini tadi jadwal sidang pembacaan putusan. Tapi ternyata ditunda,” papar Koordinator Aliansi Peduli Perempuan Sukowati (APPS), Sugiarsi yang mendampingi dan mengawal kasus tersebut, Senin (1/10/2018).
Menurut Sugiyarsi, para kerabat para siswi yang menjadi korban memang sudah bersiap menggeruduk ke persidangan. Mereka kecewa dengan tuntutan jaksa yang dianggap sangat jauh dari harapan.
Ia menguraikan, dalam tuntutan yang dibacakan dua pekan silam, jaksa menuntut terdakwa SW, dengan hukuman tiga tahun penjara.
Tuntutan itu dinilai sangat ringan mengingat perbuatan dan jumlah korban cukup banyak.
“Sebagai pihak yang menerima kuasa dari orangtua korban, kami juga sangat kecewa. Padahal itu pencabulan anak dan sanksi pidananya paling rendah 5 tahun dan paling lama 15 tahun dan denda paling banyak 5 milyard. Lha kok ini cuma dituntut 3 tahun. Ini ada apa. Makanya jangan salahkan ketika kerabat dan masyarakat marah mau menggeruduk sidang,” urai aktivis berusia 74 tahun yang getol memperjuangkan korban kekerasan gender itu.
Sayangnya dari pihak jaksa belum bisa dimintai konfirmasi perihal alasan penundaan sidang. Pun dengan majelis hakim juga belum bisa dikonfirmasi.
Seperti diberitakan, SW, sempat mengguncang kahanan setelah dilaporkan tega mencabuli para siswinya.
Tak hanya satu orang, diperkirakan pencabulan itu dilakukan terhadap belasan siswi sejak 2010 silam.
“Diperkirakan ada 13 siswi yang menjadi korban. Dari keterangan ibu korban saat kami terapi kemarin, banyak yang sudah dibegitukan. Ada 13an anak. Bahkan ada yang sudah lulus dan kerja juga, ” papar Sugiarsi.
Ketidakberanian korban untuk melapor karena takut dan malu, adalah faktor yang kemudian membuat pelaku makin ketagihan dan melakukannya ke siswi.
Menurut Sugiarsi, perbuatan bejat guru itu dilakukan di sekolahan dan makin liar karena dilakukan di kamar mandi sekolah, di kelas bahkan di setiap tempat yang ada celah kesempatan ia melakukan.
“Nggak pandang lokasi dan waktu. Kata korban di mana ada kesempatan di situ pelaku melakukan pencabulannya, ” terangnya.
Bahkan saking traumanya dan nggak tahan menjadi pelampiasan nafsu bejat sang guru, Bunga akhirnya memilih berhenti sekolah sejak tahun 2018 ini. Padahal siswi manis itu sudah duduk di kelas V dan tinggal satu tahun lagi menamatkan bangku SD.
Sementara, saat ditemui di sel Mapolres Sragen beberapa waktu lalu, SW bersikukuh tak merasa melakukan pencabulan. Ia mengklaim dirinya tak pernah melakukan apa yang dituduhkan kepadanya.
“Enggak, saya nggak melakukan itu. Kalau namanya guru, megang kan biasa. Tapi nggak ada maksud apa-apa, apalagi begitu (mencabuli),” katanya. Wardoyo