SRAGEN- Wali Kota Surakarta F.X. Hadi Rudyatmo dan Bupati Sragen, Kusdinar Untung Yuni Sukowati memprotes kebijakan seleksi CPNS formasi umum tahun 2018 yang saat ini sedang berlangsung.
Protes dilontarkan terkait sistem penilaian yang dianggap tidak adil dan kebijakan penyelenggaraan yang dinilai hanya pemborosan anggaran negara.
Hal itu terlontar saat Rudy menggelar sidak ke lokasi pelaksanaan tes CPNS Pemkot Solo di GOR Diponegoro Sragen, Senin (29/10/2018). Ia meninjau langsung ke lokasi tes Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) untuk pelamar CPNS Solo.
Usai mengecek lokasi tes, Rudy menyampaikan seleksi tahun ini tidak efektif serta menggunakan standar penilaian yang tidak adil.
Ia mencontohkan seleksi CPNS untuk formasi tenaga kesehatan di Kota Bengawan. Pemkot hanya mendapatkan kuota 200 tenaga kesehatan. Kuota itu diperebutkan oleh lebih dari 7.000 peserta. Dengan komposisi tersebut peluang setiap peserta adalah 1 dibanding 35.
“Ini kan tidak efektif. Pemerintah ini melakukan pemborosan karena hanya menyediakan kuota sedikit. Padahal peminatnya sangat banyak. 7.000 pendaftar yang diterima 200. Yang diterima dengan biaya yang dikeluarkan itu tidak sebanding,” katanya.
Dihadapan ratusan peserta yang sedang menunggu SKD, wali kota berpesan agar tidak menumpukan harapan pada seleksi CPNS. Dia mendorong agar sesama peserta seleksi menjalin komunikasi. Hal itu sangat berguna untuk membentuk jejaring dalam mencari pekerjaan di sektor lain.
“Ini nanti pasti ada yang diterima, ada yang tidak diterima. Niatkan untuk pengalaman saja, tentunya sembari berdoa. Kalau tidak diterima, bisa nanti mendaftar kembali di rumah sakit umum daerah. Tapi tidak PNS,” terang Rudy.
Selain ketimpangan kuota dengan pendaftar, Rudy juga menganggap sistem penilaian tidak memenuhi asas keadilan.
Sebab mengacu Peraturan Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permen PANRB) Nomor 37/2018 tentang Nilai Ambang Batas SKD Pengadaan CPNS Tahun 2018, setiap peserta harus mendapatkan nilai minimal 143 untuk Tes Wawasan Kebangsaan (TWK), 80 Tes Intelegensia Umum (TIU), dan 75 untuk Tes Karakteristik Pribadi (TKP).
Jika salah satu unsur tidak memenuhi passing grade maka otomatis tidak lolos.
“Meskipun akumulasinya tinggi tapi ada satu yang dibawah passing grade itu tidak lulus. Ini yang sulit. Ada yang satu sesi pesertanya 400, yang lulus hanya 10 orang. Ada juga yang lulus cuma 1, cuma 2. Sistemnya yang perlu diperbaiki. Kalau enggak ya berarti negara ini ra karep nganakne CPNS,” katanya.
Tak hanya Rudy, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati juga memiliki pandangan yang sama. Passing grade yang dipatok Badan Kepegawaian Nasional (BKN) terhitung rancu. Bahkan bisa jadi peserta yang memiliki akumulasi nilai lebih tinggi tidak lolos, sedangkan peserta dengan nilai lebih rendah diterima.
“Kami meminta pemerintah pusat untuk mengevaluasi sitem peniliaiannya. Kasihan peserta kalau seperti ini,” katanya. Wardoyo