SRAGEN- Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Tengah, Prof Dr Ahmad Rofiq menyampaikan sejauh ini beberapa jenis vaksin imunisasi yang digunakan sebenarnya haram karena dibuat dengan proses melibatkan gelatin babi. Meski demikian, dengan alasan untuk kemaslahatan, imunisasi dengan vaksin yang tidak halal itu hukumnya tidak dosa.
Hal itu disampaikan saat diwawancara wartawan seusai menjadi pembicara di seminar sertifikasi produk halal yang digelar MUI Sragen di Dinas Kesehatan Kabupaten (DKK) Sragen kemarin.
Guru besar UIN Semarang itu mengatakan seingatnya sudah ada tiga fatwa MUI tentang vaksin. Yakni vaksin imunisasi polio yang pakai suntikan, pakai tetes mulut dan vaksin rubella.
Menurutnya, karena vaksin imunisasi dibuat masih bersinggungan dengan gelatin babi sehingga haram hukumnya. Namun karena pertimbangan kemaslahatan, MUI menyampaikan bahwa penggunaan vaksin imunisasi itu tidak dosa.
” Kalo meminjam bahasa, itu barang tidak dosa. Tapi tidak sama dengan halal. Karena secara media di wilayah manusiaz kalau anak-anak tidak divaksin kemungkinan secara nalar akan menimbulkan bahaya bagi kehidupan mereka,” jelasnya.
Istilah tidak dosa digunakan, menurut Rofiq lantaran hingga saat ini belum ada yang bisa menyediakan vaksin imunisasi tanpa gelatin. Ia menyebut hampir semua vaksin imunisasi mulai dari polio, rubbela, tetanus, dipteri dan sejenisnya dibuat dengan gelatin sebagai katalisatornya.
Menurutnya, baru vaksin meningitis untuk calon jemaah haji yang bisa diproduksi dari bahan dan proses yang halal.
“Dulu sempat ramai vaksin meningitis haram, kemudian pemerinah akhirnya bisa menyediakan vaksin meningitis yang halal. Nah, kalau meningitis saja bisa dibuat dengan halal, kenapa Bio Farma yang selama ini memproduksi vaksin dan eksportir vaksin ke luar negeri, enggak bisa membuar vaksin imunisasi lainnya juga halal,” terangnya.
Perihal adanya sebagian orangtua atau sekolah yang menolak anaknya diimunisasi karena alasan ketidalhalalan itu, Rofiq menyebut hal itu memang tak bisa dipaksakan.
Namun ia menyampaikan biasanya mereka baru akan merasa tersadar dan mau imunisasi ketika sudah merasakan dampak apabila anaknya sakit.
Sebelumnya sejumlah orangtua siswa di empat sekolah dasar (SD) di Sragen Kota dikabarkan terdeteksi menolak anaknya diimunisasi. Alasan keyakinan dan kehalalan vaksin disebut menjadi faktor yang memicu penolakan imunisasi.
Hal itu terungkap dalam sosialisasi program imunisasi DTTD (Dipteri Tetanus) di Puskesmas Sragen Kota, Senin (5/11/2018). Pihak Puskesmas sengaja mengumpulkan guru UKS dan wali kelas di wilayah Sragen Kota untuk diberikan sosialisasi perihal pelaksanaan bias imunisasi DTTD yang bakal digelar mulai 8 November mendatang.
“Memang tahun lalu dari catatan kami, ada beberapa orangtua siswa di sejumlah SD berbasis Islam yang menolak anaknya diimunisasi. Tapi enggak semua siswa di sekolah itu menolak. Hanya sekitar 20 persen saja. Alasannya soal keyakinan, orangtua mereka enggak mau anaknya diimunisasi,” ujar Kepala Puskesmas Sragen Kota, Eni Sudarwati di sela sosialisasi, Senin (5/11/2018). Wardoyo