SRAGEN— Masyarakat yang tinggal di perkampungan atau pedesaan masih sangat lekat dengan budaya gotong-royong dalam kehidupan sehari-hari. Dinamika kehidupan di pedesaan dimulai dari terbit hingga terbenamnya matahari, dalam rentang waktu itu berbagai hal tentang hubungan antara manusia dengan manusia serta dengan alam terjadi secara alami. Dari hubungan tersebut terjadilah sinergi dan keselarasan dalam kehidupan. Sehingga akan terwujud keseimbangan dan kepedulian sosial antar sesama masyarakat.
Lokasi pembuatan embung dalam TMMD di Sukorejo terletak di tepi jalan sehingga ramai dilewati warga yangberlalu-lalang untuk beraktivitas sehari-hari. Seperti misalnya Sumarni (54) warga Dukuh Sukorejo, Sukorejo, yang tiap hari selalu melintasi jalan ini untuk menuju ke kebun untuk mencari rumput.
Selasa (6/11/2018) di punggung Sumarni yang sudah tidak lagi tegak, terikat sekeranjang rumput dan ilalang segar yang sudah ditunggu sapi peliharaanya. Langkahnya seperti ingin dipercepat namun ragu, di depanya seorang laki-laki gempal berbaju loreng sedang bersiap-siap memulai harinya dengan pekerjaan besar mewujudkan mimpi warga menyelesaikan embung untuk pengairan sawah warga.
“Sebentar tertegun, laki-laki yang sendiri tadi ditatapnya tiba-tiba sudah berada di depanya sambil menyorongkan kedua tangannya ke arah punggung.
“Mari saya bantu mengangkat rumputnya buk,” tawar laki-laki gempal yang ternyata adalah, Serda Asih anggota Satgas TMMD yang hari ini sedang berada di lokasi kerja.
Serda Asih mengatakan, dirinya berinisiatif mengambil alih bawaan bu Sumarni yang berupa sekeranjang rumput karena tidak tega melihat wanita tua tersebut berjalan patah-patah sambil memanggul beban sangat berat.
“Sebagai prajurit kita wajib menjunjung tinggi Sapta Marga dan Sumpah Prajurit, bagi saya membantu rakyat, apalagi seorang wanita yang sudah berusia tua. Merupakan suatu keharusan dan ini adalah sifat Prajurit yang memang harus diterapkan. Saya melihat bu Sumarni teringat dengan ibu saya dirumah,” ujarnya”. Marwantoro S