JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Mantan Direktur BPR Djoko Tingkir Ungkap Misteri Pencairan Deposito Kasda Sragen Rp 11,2 M. Tegaskan Deposito Dicairkan Atas Dasar SPK, Bukan Perintah Siapa Pun!

Eks Direktur BPR Djoko Tingkir, Surono (kanan) saat memberikan penjelasan perihal penempatan dan pencairan deposito Kasda tahun 2011 di hadapan audiensi dengan Komppas dipimpin Ketua DPRD Bambang Samekto dan Ketua Komisi II, Sri Pambudi Selasa (22/1/2019). Foto/Wardoyo
   
Eks Direktur BPR Djoko Tingkir, Surono (kanan) saat memberikan penjelasan perihal penempatan dan pencairan deposito Kasda tahun 2011 di hadapan audiensi dengan Komppas dipimpin Ketua DPRD Bambang Samekto dan Ketua Komisi II, Sri Pambudi Selasa (22/1/2019). Foto/Wardoyo

SRAGEN- Misteri pencairan deposito Kasda Sragen yang dijadikan agunan di BPR Djoko Tingkir dan kemudian dijadikan ajang korupsi semasa pemerintahan bupati Untung Wiyono, akhirnya terungkap. Mantan Direktur BPR Djoko Tingkir, Surono memastikan pencairan deposito Kasda sebesar Rp 11,2 miliar dilakukan atas dasar perintah Surat Perjanjian Kredit (SPK) dan bukan atas perintah maupun intervensi siapapun.

Hal itu disampaikan Surono saat memenuhi panggilan beraudiensi dengan Komunitas Peduli dan Pemerhati Sragen (Komppas) terkait kasus benang merah Kasda Sragen, Selasa (22/1/2019). Audiensi digelar di Ruang Rapat Ketua DPRD Sragen dengan difasilitasi Ketua DPRD, Bambang Samekto dan Ketua Komisi II, Sri Pambudi.

Surono ditanya perihal kronologi penempatan deposito Kasda sebagai jaminan kredit dan pencairan deposito tahun 2011 ketika kredit akhirnya macet. Ia mengatakan penempatan deposito Kasda itu dilandasi Surat Perjanjian Kredit (SPK), Surat Kuasa yang melekat di SPK dan adendum perjanjian kredit.

Ia mengatakan saat proses penempatan deposito dan pemberian kredit terjadi pada 2003-2005, dirinya tak terlibat lantaran saat itu masih menjabat di bagian umum BPR Djoko Tingkir.

Namun dari data dan keterangan yang diketahuinya, kredit diajukan atas nama Sekda Kusharjono dan Kepala DPPKAD Adi Dwijantoro.

Baca Juga :  Sejarah Lahirnya Persaudaraan Setia Hati Terate & Kisah Inspiratif Ki Hadjar Oetomo

Tujuan kredit beragunan deposito uang rakyat itu, kala itu beralasan untuk dana talangan non bujeter. Ia menguraikan ketika dirinya menjabat Direktur, kredit itu kemudian macet dan mulai April 2011 sudah tidak ada angsuran.

“Sementara BPR Djoko Tingkir masih punya kewajiban membayar bunga deposito. Karena macet itu, membuat NPL kami sampai 30 persen dan kalau deposito tidak segera dicairkan, maka bank kami bisa dilikuidasi. Sebab saat itu modal disetor hanya Rp 4 miliar dan harus menutup kerugian Rp 8 miliar,” paparnya di hadapan audiensi.

Surono menceritakan atas kondisi genting itu, pihaknya saat itu sudah berkonsultasi ke bupati agar jaminan kredit Kasda segera dicairkan sesuai SPK. Berulangkali pula surat disampaikan ke bupati melalui DPPKAD dan surat tagihan juga dilayangkan setiap bulan.

Akan tetapi hingga jatuh tempo, tak kunjung ada jawaban dari bupati. Karenanya, dengan pertimbangan menyelamatkan aset daerah dan BPR Djoko Tingkir, akhirnya deposito terpaksa dicairkan dengan dasar SPK, Surat Kuasa dan Adendum Perjanjian Kredit.

“Sesuai SPK dan SOP perbankan, kredit dengan jaminan cash collateral depoito, apabila kreditnya macet maka bank berhak mencairkan jaminan tanpa persetujuan pemilik jaminan (Pemda). Bank juga diberi kuasa untuk memblokir dan mencairkan apabila kredit macet dan tidak ada angsuran,” urai Surono.

Baca Juga :  Prestasi Gemilang Bintang Lima dan Terbaik TOP BUMD Awards 2024: Inilah Bukti Keunggulan RSUD dr. Soeratno Gemolong Sragen

Saat Sekretaris Komppas, Eko Joko Priharyanto, menanyakan pencairan deposito Kasda Rp 11,2 miliar pada 2011 itu atas perintah siapa, Surono kembali menjawab bahwa yang menyuruh mencairkan adalah perintah SPK, adendum dan surat kuasa yang melekat di perjanjian kredit.

Ia juga menyampaikan apa yang disampaikan itu sesuai dengan kesaksian yang ia sampaikan di persidangan kasus kasda sebelumnya. Perihal angka Rp 11,2 miliar, menurutnya sudah inkrah dan tidak ada lagi kaitannya dengan BPR Djoko Tingkir.

Soal selisih Rp 604 juta, Surono menyebut itu sudah di luar ranah BPR Djoko Tingkir dan dirinya hanya mau menjawab apa yang menjadi kewenangan dan yang ia tahu.

Sayangnya, satu pihak lagi yang dipanggil, Inspektur Inspektorat Wahyu Widayat, tak hadir di forum. Sempat datang sekitar pukul 10.00 WIB, Wahyu kemudian pamit untuk kegiatan sebentar dan ketika kembali forum sudah bubar.

Ketua DPRD Sragen, Bambang Samekto mengatakan DPRD hanya memfasilitasi permohonan audiensi yang diajukan Komppas untuk dipertemukan Dirut BPR Djoko Tingkir dan Inspektur Inspektorat terkait misteri penempatan dan pencairan Kasda. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com