SOLO- Setelah melampaui serentetan sidang, kasus Mercy maut yang melibatkan terdakwa Iwan Adranacus (40) dan korban meninggal dunia Eko Prasetio (28) akan menemui titik terangnya lewat Sidang Putusan yang digelar tanggal 29 Januari 2019 mendatang. Sidang putusan akan dilaksanakan setelah sidang dengan agenda duplik dilaksanakan Kamis (17/1/2019), di Pengadilan Negeri Surakarta.
Dalam sidang dengar jawaban atas replik Jaksa Penuntut Umum (JPU) tersebut, Ketua Tim Kuasa Hukum Terdakwa, Joko Haryadi menilai bahwa tuntutan JPU mengesampingkan perbuatan korban yang mengawali percekcokan. Hal itu ditunjukkan dengan korban menendang mobil terdakwa sebanyak dua kali.
“Sedangkan terdakwa sejak awal ingin menyelesaikan masalah di kantor polisi. Apa yang dipermasalahkan, tidak ada saksi yang mengetahui. Terdakwa juga tidak mengetahui apa yang diinginkan korban hingga dua kali menendang mobil terdakwa. Sebelum terjadi kecelakaan, terdakwa sudah mempunyai keinginan untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul di kantor kepolisian,” urainya.
Terkait hal itu, Joko juga mengungkapkan bahwa tuntutan yang disampaikan JPU dalam sidang tidak sesuai fakta hukum yang terungkap di persidangan. Berdasar saksi fakta yang mengetahui kejadiannya tidak ada yang menerangkan bahwa jatuhnya korban hingga belasan meter.
”Keterangan saksi fakta seperti Ririth yang melihat secara langsung menerangkan jatuhnya korban hanya sekitar 2 sampe tiga meter. Begitupun saksi sopir becak Sumarjiyono alias Temon yang hanya mengatakan ada tabrakan antara mobil terdakwa dan motor korban. Saksi melihat korban hanya jatuh dlosor ke depan setelah motornya tertabrak mobil terdakwa,” imbuhnya.
Joko menandaskan, tuntutan jaksa yang juga dikuatkan dalam penjelasan replik, bahwa korban setelah tertabrak mobil terdakwa, lalu terpelenting hingga 15 meter hanya berdasar hasil penyidikan dari penyidik dan berdasar hasil sketsa yang dibuat petugas kepolisian. ‘
“Sehingga tuntutan jaksa tidak berdasar fakta yang terungkap dalam persidangan. Maka upaya jaksa untuk menggiring opini bahwa peristiwa yang terjadi adalah pembunuhan, padahal kejadian yang sesungguhnya tidak ada unsur kesengajaan. Sehingga tuntutan jaksa cacat hukum,” tegasnya.
Untuk itu, Joko mengajukan permohonan kepada majelis hakim agar dilakukan simulasi seperti kejadian yang sesungguhnya. ”Kami memohon majelsis hakim untuk mengabulkan dilakukan simulasi agar rasa keadilan terbukti nyata. Berdasar simulasi ini, klien kami saya kira siap untuk membiayai,” urainya.
Namun permohonan kuasa hukum Iwan Adranacus tersebut oleh majelis hakim ditolak. Alasannya, langkah duplik yang diajukan di persidangan sebagai kesempatan terakhir.
”Harusnya kalau minta simulasi kemarin, sebab kita tinggal musyawarah para hakim untuk memutuskan perkara ini,” tandas Ketua Majlis Hakim, Krosbin Lumbangaul. Triawati PP