SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pemkab diminta lebih memperhatikan nasib dan kesejahteraan para guru honorer yang gagal lolos seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Pasalnya mereka dinilai layak untuk mendapatkan perhatian kesejahteraan lantaran sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun.
Bahkan, para guru honorer yang sudah mengabdi di atas 10 tahun itu dinilai perlu diberikan insentif atau honor setara upah minimum kabupaten (UMK) seperti di beberapa kabupaten/kota.
Hal itu disampaikan salah satu Caleg PDIP Dapil Sragen 1, Sugiyamto Rabu (13/3/2019). Ia mengaku prihatin dengan masih banyaknya guru honorer di Sragen, yang sudah mengabdi belasan hingga puluhan tahun, namun masih minim kesejahteraan.
Padahal menurutnya dari segi tugas, mayoritas guru honorer itu biasanya justru punya beban tugas yang lebih berat. Karenanya ia memandang sudah saatnya Pemkab harus memberikan honor yang layak, minimal setara UMK bagi mereka yang mengabdi lama dan tak lolos PPPK.
“Salah satu hal yang akan kami prioritaskan jika nanti diamanahi terpilih adalah memperjuangkan agar para guru honorer yang belum terakomodir menjadi PPPK, agar bisa dianggarkan gaji atau insentif minimal setara UMK dari dana APBD. Paling tidak tahun 2020 bisa terealisasi. Karena honorer utamanya K2 atau mereka yang mengabdi di atas 10 tahun itu layak untuk diperhatikan. Selama ini honor mereka sangat minim, di bawah Rp 500.000, bahkan tak sedikit yang diberi honor sekadarnya. Ini sangat memprihatinkan,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM Rabu (13/3/2019).
Mantan Ketua DPRD Sragen 2014-2015 itu memandang keterbatasan anggaran sebenarnya tak serta merta dijadikan alasan Pemkab untuk mengabaikan kesejahteraan guru honorer. Sebaliknya, ia melihat APBD Sragen mampu untuk menganggarkan gaji setara UMK bagi guru honorer di atas 10 tahun.
Terlebih dari aspek dasar hukum, penganggaran gaji untuk guru honorer itu juga tak menyalahi aturan atau sah-sah saja. Kebijakan itu juga sudah diberlakukan di beberapa kabupaten dan kota, seperti di Kabupaten Semarang, Kota Semarang, Kabupaten Karanganyar dan beberapa daerah lain di Jateng.
UMK Kabupaten Sragen Tahun 2019 ini tercatat sebesar Rp 1.673.500.
“Jika jumlah guru honorer sekitar 3.000 dan nanti ada 500an yang diangkat PPPK, artinya masih ada sisa sekitar 2.500. Jika digaji UMK, satu tahun anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 46 miliar. Yang diprioritaskan yang pengabdian di atas 10 tahun dan tentu juga harus sesuai syarat misalnya jam mengajar 24 jam seminggu dan lainnya. aya yakin dengan APBD sudah menyentuh Rp 2 trilyun, Pemkab sebenarnya bisa dan mampu, semua sebenarnya tinggal political will dan niat pimpinan daerah saja,” tukasnya.
Terpisah, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sragen, Suwardi mengatakan jumlah guru honorer di Sragen sekitar 2.000 lebih. Jumlah itu nantinya akan berkurang dengan pengangkatan PPPK yang tinggal menunggu pengumuman.
Perihal desakan menganggarkan gaji setara UMK, menurutnya Pemkab belum mampu lantaran keterbatasan anggaran. Sejauh ini, Pemkab baru bisa memberikan anggaran insentif Rp 650.000 perbulan yang diberikan kepada guru honorer yang sudah memenuhi persyaratan, seperti mininal mengajar 24 jam sepekan.
“Kalau harus menggaji UMK, kendalanya keterbatasan anggaran. Tapi yang insentif Rp 650.000 kan sudah jalan. Nanti akan dicairkan mulai triwulan pertama,” terangnya.
Di sisi lain, sejumlah guru honorer menyambut positif jika diperjuangkan mendapat gaji UMK. Sebab selama ini, guru honorer rata-rata hanya menerima honor seadanya dari sekolah dengan nominal antara Rp 150.000 hingga Rp 300.000 bulan.
“Saya sendiri sudah hampir 20 tahun ngajar jadi guru kelas. Selama ini honornya tergantung yang diberi sekolah. Kadang ya Rp 250.000 kadang Rp 300.000. Itu pun kadang telat bayarnya. Kalau enggak ngelingi masa depan anak-anak (siswa) gitu, sudah berat sing nglakoni Mas. Karena di sekolah saya, guru yang PNS hanya 2. Sisanya honorer semua. Kalau enggak ada honorer siapa yang akan ngajar mereka,” tutur SUK, salah satu guru honorer di SDN wilayah Plupuh, Rabu (13/3/2019). Wardoyo