Beranda Daerah Sragen Gugatan Kurang Bayar Rp 2,4 M Jembatan Barong Kemukus, Saksi Ahli Sebut...

Gugatan Kurang Bayar Rp 2,4 M Jembatan Barong Kemukus, Saksi Ahli Sebut Status Kahar Bukan Alasan Menolak Pembayaran! 

Saksi ahli pengadaan barang dan jasa, Khalid Mustafa saat mengecek Jembatan Barong di Kemukus, Sumberlawang, Sragen Rabu (25/9/2019). Foto/Wardoyo
Saksi ahli pengadaan barang dan jasa, Khalid Mustafa saat mengecek Jembatan Barong di Kemukus, Sumberlawang, Sragen Rabu (25/9/2019). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Proyek Jembatan Barong di Kemukus, Sumberlawang, Sragen memang sudah selesai dikerjakan tahun 2017 silam. Namun hingga kini megaproyek berdana hampir Rp 14,6 miliar itu masih menyisakan polemik.

Kekurangan bayar Rp 2,4 miliar terhadap rekanan pelaksana proyek, CV Bima Agung, oleh PPK dalam hal ini DPU-PR Sragen, bahkan berlanjut ke meja hijau.

Pihak rekanan nekat menggugat Pemkab Sragen karena enggan membayar kekurangan pembayaran yang konon dipicu salah satunya oleh status kahar dalam proyek itu.

Terkait status kahar ini, ahli pengadaan barang dan jasa dari KM and partners Jakarta, Khalid Mustafa, yang dihadirkan dalam sidang lanjutan di PN Sragen, Rabu (25/9/2019) memberikan kesaksian terkait status kahar mengacu pada Perpres No 54/2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah.

Khalid mengungkapkan khusus soal penetapan status kahar, menurutnya, sebenarnya sudah ada pelebaran. Bahwa yang disebut kahar tidak hanya sekedar bencana alam saja. Akan tetapi keadaan di luar kemampuan para pihak, juga bisa disebut kahar.

“Contoh bahan baku jadi terhambat karena adanya huru-hara, karena  pemogokan itu juga masuk kahar,” terangnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM Rabu (25/9/2019).

Khusus kahar dalam pelaksanaan proyek Jembatan Barong Sragen, Khalid menyebut adalah bencana alam karena kenaikan air. Status kahar juga sudah ditetapkan pemerintah daerah dalam hal itu oleh sekda atas nama bupati.

“Karena keadaan kahar maka kontrak dihentikan sementara. Sehingga begitu kahar sudah lewat, maka kontrak dilanjutkan kembali. Coba bayangkan, kalau jembatan itu kondisinya 80 persen terpasang, 20 persen tidak, mana bisa dilewati. Maka lebih banyak mudaratnya dihentikan daripada dilanjutkan. Dan berarti sekarang jembatan sudah bisa dimanfaatkan masyarakat kan?,” tukasnya.

Baca Juga :  Adu Gagasan Calon Bupati Sragen 2024 Bowo Vs Sigit Dalam Mengatasi Bencana Kekeringan Air Bersih di Utara Bengawan

Saat ditanya majelis hakim yang diketuai  Sami Anggraini, Khalid sempat memberi contoh kasus proyek di Sulawesi Utara. Ada pekerjaan proyek yang sudah 90 persen dikerjakan tapi runtuh akibat hujan deras.

Jika mau dilanjutkan tidak mungkin karena harus dibuat baru. Sehingga kontraknya pun harus dihentikan dan rekanan tetap dibayar sesuai pekerjannya yakni 90 persen.

“Negara rugi, iya. Karena penyebabnya alam. Jadi alasan kahar itu bukan untuk menolak pembayaran, tapi untuk penghentian kontrak yang akan berpengaruh terhadap pembayaran,” tukasnya.

Kuasa hukum pihak penggugat atau CV Bima Agung, Yoyok Siswoyo mengatakan tetap pada pendirian bahwa ada wan prestasi dari PPK dalam kasus Jembatan Barong. Ia juga menyampaikan di hadapan sidang, saksi ahli juga sudah menyebut bahwa ada sanksi ganti rugi yang harus dikenakan terhadap PPK atas denda dan pembayaran bunga.

Ia menguraikan gugatan diajukan atas  wanprestasi terhadap proyek Jembatan Barong tahap 2 yang sudah selesai dan diresmikan, tapi sampai sekarang kekurangan Rp 2,4 miliar belum dibayarkan kepada rekanan.

Sementara, Direktur CV Bima Agung, Budi Setyawan Lespenda mengatakan akibat kekurangan bayar yang belum terealisasi, dirinya mengalami kerugian hampir Rp 5 miliar.

Kerugian itu terdiri dari kerugian materiil Rp 2,4 miliar yang belum dibayar, kemudian kerugian akibat munculnya denda sekitar Rp 500 juta akibat keterlambatan pembayaran.

Baca Juga :  Detik-detik Akhir Kampanye Pilkada 2024 Kyai NU di Sragen Pilih Dukung Bowo - Suwardi Ini Alasannya

Lantas, pengerjaan proyek itu juga banyak material yang hilang hingga crane yang tenggelam.

“Kerugian materiil yang nyata di lapangan sudah Rp 3,5 miliar. Lalu saya ditagih denda keterlambatan Rp 735 juta,” tutur Budi.

Terpisah, Kabag Hukum Setda Sragen, Yulianto yang hadir selaku kuasa hukum Pemkab, tidak berkenan memberikan komentar. Saat dimintai tanggapannya atas kesaksian ahli itu, Yuli meminta karena sidang belum selesai, maka dirinya belum bisa berkomentar.

Sebelumnya, Bupati Sragen Kusdinar Untung Yuni Sukowati dalam sebuah kesempatan dengan wartawan di Rumdin Bupati, sempat mengutarakan karena kasus Jembatan Barong masih dalam proses gugatan, maka Pemkab menghormati prosesnya. Pemkab pun siap membayar jika putusan pengadilan memang memerintahkan untuk membayar. Wardoyo