SRAGEN, JOGLOSEMARNEWAS.COM- Pihak SMKN 1 Plupuh Sragen menyatakan akan segera menggelar rapat komite dengan wali murid terkait mencuatnya kasus tarikan sumbangan pembangunan bagi siswa miskin pemegang kartu indonesia pintar (KIP).
Kepala SMKN 1 Plupuh, Mulyono mengatakan pihaknya sebenarnya tak mengetahui perihal proses kebijakan penarikan dana pembangunan berbahasa sumbangan bagi siswa baru tersebut. Sebab dirinya baru saja menjabat baru di SMKN 1 Plupuh ketika sumbangan itu sudah berjalan.
“Saya masuk setelah tahun ajaran baru. Jadi nggak tahu kalau ada itu (sumbangan bagi siswa KIP). Makanya saya agak kaget ketika kemudian muncul di berita,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (22/9/2019).
Meski demikian, Mulyono mengatakan pihaknya siap menindaklanjuti persoalan itu. Sesegera mungkin, pihak komite dan wali murid akan kembali dikumpulkan guna membahas hal itu dan mencari solusi terbaiknya.
Ia juga menyebut pihak sekolah pun siap untuk mengembalikan sumbangan pembangunan sebesar Rp 500.000 yang dibayarkan siswa pemegang KIP. Akan tetapi, bagaimana keputusannya, nanti baru akan diambil ketika pertemuan dengan wali murid dan komite.
“Segera nanti kami kumpulkan lagi wali murid dan komite. Bagaimana baiknya nanti biar dicari solusinya. Yang jelas, kami juga bisa memahami jika secara aturan siswa miskin dan pemegang KIP, memang tidak boleh dibebani biaya,” terangnya.
Sementara, Kepala Cabang Wilayah VI Disdikbud Provinsi Jateng, Eris Yunianto mengatakan sudah menunjuk Kasie-nya untuk menindaklanjuti laporan perihal tarikan berbahasa sumbangan pembangunan bagi siswa KIP di SMKN 1 Plupuh.
Dari laporan yang diterimanya, memang ada foto bukti kuitansi pembayaran sumbangan dana pembangunan dari siswa KIP sebesar Rp 500.000.
“Kami sudah tunjuk Kasie untuk menindaklanjuti. Bagaimana hasilnya saya masih menunggu,” terang Eris.
Eris menegaskan sesuai aturan, mestinya siswa miskin pemegang KIP harus dibebaskan dari segala biaya apapun dalihnya. Sehingga sekolah maupun komite tak boleh menarik atau membebani bayaran sekalipun dengan bahasa sumbangan.
“Karena anak-anak pemegang KIP itu kan sudah kurang mampu. Sehingga pemerintah membantu mereka dengan beasiswa KIP itu. Dan mereka memang harus dibebaskan dari semua tarikan atau pungutan dengan dalih apapun. Masa pemerintah saja mbantu mereka, tapi malah disuruh mbayar,” ujar Eris.
Lain halnya ketika para siswa penerima KIP itu kemudian dengan sukarela dan keikhlasan membantu menyumbang ke sekolah, hal itu tidak dilarang.
Akan tetapi, bahasa sumbangan sukarela itu memang harus benar-benar muncul dari pribadi siswa pemegang KIP dan nominalnya pun tidak dipatok tertentu atau dibuat kesepakatan.
“Kalau sumbangan yang sifatnya sukarela siapa pun boleh. Entah itu kaya atau miskin, orang mau nyumbang kan boleh saja. Asalkan memang sukarela dan dari keikhlasan mereka. Tidak ditentukan besarannya,” tukasnya. Wardoyo