SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kasus obesitas atau kelebihan berat badan yang dialami Sungadi (21) warga Dukuh Jurang, Desa Sono, Kecamatan Mondokan, Kabupaten Sragen, menyisakan cerita memprihatinkan.
Pemuda yang memiliki bobot 140 kilogram atau hampir satu setengah kuintal itu terpaksa harus kehilangan kesempatan menimba ilmu lantaran kondisi tubuhnya yang kelewat besar.
Putra kelima dari pasangan Suwarno (50) dan Tukiyem (40) ini, memiliki bobot mencapai 140 kilogram.
Berat badan berlebihan ini bahkan sudah dialami Sungadi sejak lahir. Sungadi bahkan terbilang menjadi orang terberat di Sragen saat ini.
Menurut bapaknya, Suwarno, sejak lahir hingga dewasa ini, putra sulungnya tersebut memang tidak pernah mengenyam bangku pendidikan. Berat badannya yang berlebih membuatnya terlambat jalan.
Hal itu memaksa orangtuanya tak menyekolahkannya. Kondisi Sungadi tidak memungkinkan untuk berjalan kaki menuju ke sekolahan yang jaraknya sekitar 1,5 kilometer dari rumah. Sementara kedua orang tuanya pasrah lantaran tak bisa terus-terusan mengantar ke sekolah karena harus bekerja.
”Ndak pernah sekolah Mas. Wong umur 5 tahun baru bisa jalan,” papar Suwarno ditemui di rumahnya, Sabtu (21/9/2019).
Meski tak pernah sekolah, Sungadi ternyata menyimpan bakat intelegensia di atas rata-rata. Suwarno menceritakan putra bongsornya itu sebenarnya tergolong anak yang cerdas dan cepat menangkap jika diberi arahan.
Hanya saja, nada bicaranya terkadang memang kurang jelas. Suwarno juga menyebut di tengah keterbatasan berat badannya, Sungadi punya jiwa sosial yang tinggi dan suka membantu orang lain yang sedang repot.
“Yang paling dia takuti itu dokter Mas. Apalagi kalau dengar mau disuntik, dia ketakutan sekali,” urai Suwarno.
Ia mengisahkan berat badan ekstra jumbo itu sudah dialami Sungadi sejak lahir.
“Dulu waktu baru lahir saja beratnya sudah 4,8 kilogram. Kondisinya jadi susah gerak,” katanya.
Suwarno menerangkan, kondisi gemuk yang dialami Sungadi membuat nafsu makannya juga berlebih. Saat ini dirinya selalu berusaha membatasi agar Sungadi makan tiga kali sehari saja. Sebab jika tidak dibatasi, Sungadi bahkan kuat makan hingga sembilan kali dalam sehari.
“Ya kalau makanan kesukaannya bakso. Ya orang gemuk ya makannya kayak gitu Mas, kuat sekali. Kalau untuk minum ya air putih biasa,” terang Suwarno.
Meski berbadan jumbo, keseharian Sungadi masih terbilang aktif. Ia bahkan masih bisa bekerja sebagai buruh pengupas jagung.
Namun jika ada tetangga yang sedang membangun, Sungadi memilih membantu jadi kuli bangunan.
Suwarno sendiri berharap uluran tangan pemerintah, agar membantu meringankan kondisi anaknya. Jika anaknya bisa diberi perawatan hingga turun beberapa kilogram lagi, tentunya Sungadi akan lebih aktif dalam menjalani keseharian.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Sragen, dr Hargiyanto menjelaskan, pihaknya sudah berkomunikasi langsung dengan keluarga Sungadi. Dinkes juga telah menginstruksikan petugas Puskesmas setempat, untuk mengupayakan pemeriksaan rutin serta memberikan solusi terkait obesitas yang diderita Sungadi.
“Meskipun kondisinya gemuk, tapi masih cukup lincah. Namun tetap harus diperiksa untuk mengantisipasi komplikasi-komplikasi yang berpotensi mengganggu kesehatannya. Jangan sampai anak ini sakit gula tipe satu, karena penanganannya cukup sulit, harus disuntik insulin setiap hari. Perlu juga dikontrol pola makannya,” terang Hargiyanto. Wardoyo