Beranda Daerah Sragen Kado Pahit Hari Guru di Sragen. Ribuan GTT Bergaji di Bawah Garis...

Kado Pahit Hari Guru di Sragen. Ribuan GTT Bergaji di Bawah Garis Miskin, Ratusan K2 Menanti Janji-Janji Angin Surga 

Ratusan guru dan tenaga honorer Sragen saat mendengar penjelasan bupati, Kamis (11/10/2018). Foto/Wardoyo
Ilustrasi Ratusan guru dan tenaga honorer Sragen saat mendengar penjelasan bupati, Kamis (11/10/2018). Foto/Wardoyo

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM Hari Guru yang diperingati 25 November 2019 kemarin menyisakan cerita suka duka. Di tengah penghargaan pemerintah dengan peringatan terhadap profesi pahlawan berjuluk tanpa tanda jasa itu, hari guru juga selalu menghadirkan ironi bagi mereka yang berstatus honorer atau tidak tetap.

Tak beda dengan daerah lain, di Sragen pun cerita ironi para guru tidak tetap (GTT) dan honorer juga terus menjadi menu klasik tiap tahun.

Ada sekitar 6.000 guru honorer di Sragen yang kini memang masih hidup jauh dari kata sejahtera. Pengabdian mereka belasan hingga puluhan tahun, masih belum cukup memberikan mereka perhatian dan kesejahteraan.

“Sebenarnya kami ini seperti korban janji. Karena dulu pemerintah pernah menjanjikan akan diangkat CPNS secara bertahap. Ketika di awal-awal ada pengangkatan berdasarkan umur, tapi setelah itu ke belakangnya diadakan tes lagi. Akhirnya ada yang tidak lulus, lalu ada tes CPNS lagi, ada yang nggak lulus juga dan sampai P3K, juga menyisakan lagi. Ini kan sangat tidak adil, dulu langsung diangkat kenapa setelahnya harus pakai tes. Akhirnya yang tersisa seperti kami harus terkatung-katung,” ujar SN (48) salah satu guru honorer eks K2 di salah satu SD di wilayah Sragen Barat.

Ia menuturkan untuk honorer tak bisa lagi bicara soal kesejahteraan. Meski jam dan beban kerjanya kadang melebihi mereka yang PNS, selama ini honor yang didapat masih jauh dari harapan.

Baca Juga :  Gerakan Pembaharuan Sragen (GPS) Terbelah, Tokoh-Tokoh Senior Berbalik Mendukung Bowo-Suwardi di Pilkada Sragen 2024

Honor bulanan hanya Rp 300.000, kemudian insentif dari Pemkab Rp 650.000 yang cair dirapel.

Jika ditotal jumlahnya masih di bawah Rp 1 juta. Sedangkan UMK Sragen sudah di angka Rp 1,800.000an dan upah buruh sudah di angka itu.

“Kami berharap keadilan pemerintah. Kalau bisa sisa K2 itu diangkat CPNS atau P3K semua. Sementara mereka yang PNS baru hasil rekrutmen kemarin dan masih muda-muda seolah memandang kami sebelah mata. Mereka tak pernah berfikir jauh sebelumnya perjuangan kami menjaga kelangsungan dan mengisi kekosongan guru selama bertahun hingga belasan tahun. Kalau dirasakan, kami ini ibarat habis manis sepah diabaikan,” timpal KH, guru honorer K2 di salah satu SDN Kecamatan Plupuh.

Tak hanya mereka, ratusan guru K2 yang lolos tes P3K lalu, hingga kini juga belum ada kepastian SK. Nasib mereka juga masih terkatung-katung meski harapan lebih cerah sudah di depan mata.

Derita para guru honorer itu juga menjadi sorotan Komisi IV DPRD Sragen. Ketua Komisi IV, Sugiyamto mengaku prihatin dengan keberadaan para guru honorer utamanya yang K2 dan yang sudah lama mengabdi. Karenanya ia meminta pemerintah pusat bisa memberi kebijakan agar eks K2 yang tersisa bisa diangkat CPNS tanpa tes. Pun dengan yang lolos P3K juga harus segera diberikan SK.

Baca Juga :  Wulan Purnama Sari, Anggota DPRD Jateng, Ajak Generasi Muda Sragen Promosikan Budaya Jawa Lewat Media Sosial

“Pengabdian mereka belasan hingga puluhan tahun jangan diabaikan begitu saja. Tanpa mereka, proses belajar mengajar di banyak sekolah dulu pasti akan lumpuh. Jika kemungkinan terburuknya peluang itu tidak ada, berikan honor minimal UMK, syukur lebih. Karena Gubernur juga sudah menginstruksikan itu,” terangnya.

Terpisah, Sekda Sragen Tatag Prabawanto mengatakan jumlah guru honorer di Sragen yang terdata mencapai 6.000 orang. Mereka terdiri dari eks K2 hingga honorer yang baru.

Terkait desakan gaji setara UMK, menurutnya di 2020 sulit terealisasi karena keterbatasan anggaran.

“Kalaupun memungkinkan nanti baru bisa dibahas di perubahan dan diberikan di 2021. Untuk saat ini yang bisa diberikan insentif bulanan Rp 650.000 itu. Nanti bertahap,” katanya. Wardoyo