JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Aksi bom bunuh diri yang terjadi di Polrestabes Medan, Rabu (13/11/2019) merupakan bentuk jihad, sekaligus merupakan lanjutan dari paham radikal yang terpapar di sejumlah masyarakat.
Hal itu diungkapkan oleh Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md.
Mahfud mengatakan, radikal itu memiliki tiga tingkatan. Pertama menganggap orang lain musuh, kedua melakukan pengeboman teror, lalu ketiga adu wacana tentang ideologi.
“Ini sekarang sudah masuk yang kedua, yakni teror. Jihadis namanya kalo dalam bahasa yang populer,” kata Mahfud saat ditemui di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11/2019) pagi.
Sebagaimana diberitakan, bom meledak di Markas Polrestabes Medan, Rabu (13/11/3019) pagi. Enam orang terluka oleh aksi jihadis tersebut. Terdiri dari empat orang polisi dan dua orang warga sipil.
Adapun terduga pelaku tewas di lokasi. Polisi mengungkap pelakunya bernama Rabbial Muslim Nasution. Tetangga mengenal RMN sebagai penjual bakso bakar.
Peristiwa bom di Polrestabes Medan ini diharapkan Mahfud menjadi jalan bagi pemerintah untuk menguak jaringan yang ada di Medan.
Seperti halnya saat eks Menkopolhukam Wiranto diserang di Banten beberapa waktu lalu, pemerintah menangkap sejumlah orang yang diduga berpaham radikal, setelah pelaku ditangkap.
“Di Medan jaringannya juga harus dicari. Bukan hanya satu korban dan mencari yang satu itu. Dan itu tugas negara untuk hadir di situ,” kata Mahfud.
Meski begitu, Mahfud Md enggan menyebut sikap pemerintah ini seakan harus menunggu korban sebelum mengambil tindakan. Ia menyebut selama ini pemerintah sudah mati-matian menekan jumlah korban.
“Coba kalau nunggu korban jatuh, mungkin sudah banyak peristiwa terjadi,” kata Mahfud.
Mahfud mengatakan, dari data yang ia miliki, secara kuantitatif jumlah teror terus turun tiap tahunnya.
Hal ini ia sebut menjadi indikasi bahwa upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah sudah lebih baik.
Meski beberapa kali aksi teror tetap terjadi, namun itu cukup berhasil menunjukkan angka kuantitatifnya turun dibanding 2017 dan 2018.
Mahfud pun meminta agar masyarakat tak terlalu nyinyir terhadap aksi pemerintah dalam memberantas terorisme.
Jika pemerintah bertindak, wacana yang muncul adalah pelanggaran HAM, sementara jika pemerintah gak bertindak disebut kecolongan.
“Kita sama-sama dewasa menjaga negara ini. Orang nyinyir itu kalau mengkritik, kalau terjadi sesuatu hanya bilang, loh saya kan cuma usul. Sudah terjadi dia tak mau tanggung jawab,” kata dia.