SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM -Kasus teror dan intimidasi yang dialami salah satu siswi di SMAN 1 Gemolong Sragen gara-gara tak pakai jilbab mulai jadi sorotan luas.
Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo dan politikus PDIP Budiman Sudjatmiko
angkat bicara perihal teror bernada pemaksaan yang dikirim oleh kelompok Rohis (Rohani Islam) di sekolah favorit di Sragen barat tersebut.
Budiman Sudjatmiko melalui akun twitternya @budimandjatmiko menuliskan “kecil2 mau jadi teroris” sambil menautkan link berita soal teror siswi tak pakai jilbab di SMAN 1 Gemolong Sragen.
Cuitan politikus PDIP yang juga mantan legislator RI asal Jateng itu langsung diserbu ribuan komentar dan tanda like. Tak hanya Budiman, Gubernur Ganjar Pranowo juga turut angkat atensi terkait persoalan tersebut.
Ganjar memposting lewat kanal FB maupun twitter pribadinya. Di laman medsos FB, Ganjar Pranowo ia menuliskan “Banyak yg tanya ke saya soal teror WA siswi tak pakai jilbab di SMAN 1 Gemolong.
Dinas P&K Prov bsk pg akan klarifikasi ke sekolah.
Mari saling hormati & saling belajar dg baik, tidak memaksa apalagi meneror. Saya akan ajak bicara siswa, guru dan ortu”.
Unggahan itu juga langsung disambut ribuan tanda suka dan ratusan komentar bernada mendukung. Kemudian dalam akun twitter @ganjarpranowo juga menuliskan “mari mereka kita ajak bicara”.
Sementara, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, Jumeri mengaku sudah memerintahkan Dinas Cabang Wilayah Jateng VI untuk menindaklanjuti dan mendalami kasus tersebut.
“Kami sudah minta Cabang VI untuk mendalami. Terimakasih,” ujarnya saat dikonfirmasi JOGLOSEMARNEWS.COM , Rabu (8/1/2020).
Terpisah, Kepala Cabang Disdikbud Wilayah Jateng VI, Eris Yunianto mengaku sudah menerima laporan itu dan bahkan juga hadir di pertemuan klarifikasi di SMAN 1 Gemolong dengan orangtua siswa, Rohis dan pihak sekolah.
Ia menegaskan secara prinsip, tidak dibenarkan memaksakan seseorang untuk ikut memakai jilbab di sekolah. Menurutnya, hal itu adalah hak asasi yang dilindungi.
“Siapapun punya hak yang sama. Setiap anak punya hak yang sama. Untuk satu hal itu (keyakinan) kan pilihan hidup masing-masing. Toleransi itu nomor satu yang harus dikedepankan,” paparnya.
Eris mengatakan saat ini kasus itu masih ditangani di level internal sekolah. Ia mengaku sudah berkoordinasi dan berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait baik sekolah, orangtua siswi, maupun rohis.
“Ini masih dalam tataran pembinaan. Makanya saya klarifikasi lebih lanjut, kita akan lihat lebih lanjut teknisnya kegiatan pembinaan di situ seperti apa, apa yang harus kita benahi. Kemarin kami juga sudah diskusi itu termasuk dengan orangtua siswa. Nanti kita review kembali SOP-nya untuk kegiatan pembinaan siswa seperti apa,” tandasnya. Wardoyo