SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Pihak Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Kabupaten Sragen akhirnya angkat bicara soal kondisi perusahaan dan perburuhan di Sragen saat ini.
Ketua Apindo Sragen, Suwardi mengatakan sejauh ini, pihaknya belum menerima laporan resmi dari perusahaan-perusahaan soal kabar PHK secara massal.
Hanya saja ia mengakui kondisi perusahaan-perusahaan memang sedang tidak kondusif pasca serangkaian kebijakan pemerintah termasuk wacana kenaikan BPJS.
“Kalau PHK sampai 4.000 buruh, mboten (nggak) lah. Kemarin dari PT BATI malah ada pengumuman nambah 300an. Sementara yang agak diam-diam cuma Duniatex Grup,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM .
Suwardi menguraikan untuk pabrik tekstil Duniatex Grup, memang kondisinya dikabarkan kurang membaik.Namun soal kabar PHK massal, ia menyebut kalau pun ada itu paling yang buruh berstatus kontrak saja.
“Kalau yang lainnya sementara tidak ada laporan,” terangnya.
Lantas soal perumahan ratusan buruh di pabrik boneka Masaran, Suwardi menyebut memang ada 400an yang tidak lagi diperpanjang kontraknya.
Namun dari pihak manajamen sudah melapor dan memastikan nanti mereka akan dipanggil kembali.
“Paling dari 400 itu yang diputus hanya 100an. Itu yang karakternya jelek-jelek. Yang lainnya nanti dipanggil lagi,” terang dia.
Ia tak menampik, saat ini kelesuan memang melanda perusahaan tidak hanya di tekstil namun hampir semua perusahaan.
Hal itu ditambah dengan kewajiban perusahaan yang harus mengikuti kenaikan upah minimum kabupaten (UMK), wacana kenaikan BPJS dan lainnya.
“Ini situasi dunia usaha memang betul itu (goyah). Bukan garmen, bukan tekstil saja, semuanya,” jelasnya.
Terpisah, Manajer PT DMST I Bumiaji, Gondang, Sragen, Hendra Wangsa Sasmita Atek kepada JOGLOSEMARNEWS.COM juga membenarkan situasi usaha saat ini memang agak menurun.
Menurutnya hal itu dipicu beberapa faktor. Pertama, daya beli masyarakat yang menurun, kemudian dampak perang dagang USA dan China turut berimbas pada kondisi ekonomi. PT DMST sendiri bergerak di bidang tekstil dan berorientasi ekspor.
“Lalu efek perdagangan bebas juga membuat produk-produk luar negeri begitu deras masuk ke negara kita. Akibatnya, produk kita sedikit banyak juga terdampak,” paparnya.
Ia menguraikan membanjirnya produk luar negeri, akhirnya berimbas pada menurunnya permintaan utamanya dari pasar asing.
Hal itu berdampak pada penurunan omset yang akhirnya membuat pabrik harus mengurangi kapasitas produksi. Di perusahaannya yang bergerak di bidang tekstil, terpaksa juga harus mengurangi produksi hingga 30 persen.
“Kalau biasanya produksi 100 persen, sekarang kita kurangi tinggal 70 persen. Karena permintaan memang turun,” terangnya.
Akibat penurunan kapasitas produksi, manajemen juga terpaksa harus menerapkan kebijakan terhadap para buruh. Ia menyebut untuk menekan biaya produksi, saat ini terpaksa menerapkan aplus masuk buruh.
Namun ia memastikan tidak sampai melakukan PHK, pemutusan kontrak ataupun merumahkan mereka.
“Semua masih kerja, cuma kita aplus. Masuknya dioglang, supaya semua tetap bisa kerja. Semua mesin tetap kita jalankan,” tandasnya.
Terpisah, Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja, Sarwaka mengaku belum menerima laporan resmi soal PHK yang terjadi di Sragen. Ia hanya berharap apapun kondisi perusahaan, diharapkan jangan sampai merumahkan buruh atau melakukan PHK.
Sebelumnya, SPSI Sragen melansir ada sekitar 4.000 buruh kontrak di berbagai pabrik di Sragen yang telah dirumahkan massal karena tidak diperpanjang kontraknya.
Mayoritas perusahaan beralasan karena kondisi usaha sedang lesu dan sepi order. Wardoyo