SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Wakil Ketua DPC PDIP Sragen, Supriyanto (47) yang ditahan atas kasus dugaan korupsi penyimpangan penyaluran bantuan alat mesin pertanian (Alsintan) tahun 2017-2018, mengakui memang menerima setoran uang hasil pungutan dari kelompok tani (Poktan) penerima bantuan.
Meski berselisih di nominal, politisi PDIP
asal Dukuh Bolorejo RT 5/3, Puro, Karangmalang, Sragen itu mengakui bahwa ia rata-rata menerima separuh dari uang pungutan yang ditarik dari Poktan.
Uang pungutan yang diistilahkan sebagai uang tanda terimakasih itu dipungut dari Poktan oleh tersangka Agus Tiyono (48) perangkat desa asal Tanggan, Gesi, Sragen.
Hal itu diungkapkan tersangka Supriyanto melalui penasehat hukumnya, Henry Sukoco, seusai mendampingi kliennya menjalani penahanan di Kejaksaan Negeri Sragen, Kamis (6/2/2020).
Kepada wartawan, Henry mengungkapkan dalam perkara ini, kliennya memang menerima setoran uang terimakasih dari Agus, setiap usai penyerahan bantuan mesin ke Poktan. Uang itu ditarik Agus dari Poktan sebagai tanda terimakasih.
Besarannya bervariasi tergantung setoran dari Agus. Tapi, rata-rata jatah yang diterima kliennya adalah separuhnya.
“Agus ini yang punya data Poktan. Kemudian untuk melancarkan aspirasi lalu minta bantuan ke Supri. Setiap mesin Alsintan jonder (traktor besar) diserahkan, Agus meminta uang terimakasih ke Poktan. Nah uang dari Poktan itu sebagian dikasihkan ke Supri. Misalnya dari Poktan Rp 10 juta, dikasihkan Mas Supri yang Rp 5 juta. Kalau dari Poktan Rp 7 juta, yang dikasihkan Mas Supri Rp 3 juta,” papar Henry.
Henry enggan menyebut bahwa uang itu uang pelicin untuk mendapat Alsintan. Menurut kliennya, uang pungutan dari Poktan itu lebih ke tanda terimakasih karena Poktan mendapat bantuan Alsintan.
Ia menyampaikan dari pengakuan kliennya, total uang yang diserahkan oleh Agus sebesar Rp 18 juta dari 6 Poktan. Semua Poktan itu berasal dari Kecamatan Gesi.
Bantuan Alsintan yang diobyekkan itu adalah bantuan dari aspirasi anggota DPR RI asal PDIP.
“Semua ada bukti transfernya. Menurut saya saling terkait antara Agus dan Supri. Saudara Agus minta bantuan ke Supri, Supri melancarkan agar Poktan yang diajukan bisa mendapat bantuan,” urai Henry.
Lebih lanjut, Henry juga mengatakan selain uang jatah setoran, kliennya juga mengaku sempat berhutang ke Agus. Namun nominalnya tidak ingat betul angka pastinya, hanya di antara Rp 5-10 juta.
Saat ditanya apakah ada setoran dari kliennya ke pejabat atau orang di atasnya, Henry menyebut sejauh ini tidak ada. Pun dengan kemungkinan akan mencokot pihak lain, Henry menyebut juga belum ada.
“Tidak ada (setoran ke atas),” katanya.
Ia menyampaikan uang Rp 18 juta yang diakui diterima dari Agus, sudah diserahkan ke penyidik. Kliennya juga siap mengembalikan kekurangan jika nanti sampai di persidangan.
Sementara, Kasi Pidsus Kejari Sragen membenarkan bahwa dari sementara uang yang diakui diterima tersangka Supri dari tersangka Agus adalah Rp 18 juta.
Sementara dari pengakuan Agus, mengaku menyetor Rp 122 juta hasil pungutan dari 6 Poktan ke Supri. Dari jumlah itu, Agus mengaku menerima Rp 35 juta dari Supri.
”Kalau total tarikan dari Poktan memang Rp 122 juta. Yang diakui Supri Rp 18 juta, Agus Rp 35 juta. Selisihnya itu nanti tinggal dilihat di persidangan. Dari Supri tadi mengakui dan akan mengembalikan sisanya dalam persidangan. Kekurangannya dibebankan Supriyanto.” terang Agung.
Agung menyampaikan dalam kasus ini ada 6 kelompok tani dengan 7 alsintan jenis traktor yang dibagikan. Setiap kelompok tani nilai pungutannya berbeda-beda.
”Modusnya meminta imbalan setelah bantuan traktor atau mesin pertaniannya turun. Dari keterangan kelompok tani, uang tanda terimakasihnya dipatok kurang lebih 10 persen dari nilai bantuan. Bervariasi ada yang ditarik Rp 15 sampai Rp 25 juta per mesin,” urainya.
Agung menyampaikan bantuan alsintan tersebut berasal dari aspirasi DPR RI dari sumber dana APBN 2017-2018. Barang bukti yang diamankan dalam perkara ini adalah uang Rp 53 juta pengembalian dari kedua tersangka, bukti transfer uang dari Agus ke Supri, dokumen-dokumen dan mesin Alsintan.
Menurutnya, dalam kasus ini lebih ke gratifikasi. Tidak ada kerugian negara akan tetapi penyimpangannya bahwa bantuan Alsintan itu harusnya diberikan cuma-cuma alias gratis.
Keduanya dikenakan Pasal 12 huruf E atau pasal 11 UURI no 20/2001 tentang perubahan UU RI 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1e KUHP. Ancaman hukumannya maksimal 20 tahun penjara. Sebenarnya tidak ada kerugian negara dalam hal ini, ini lebih ke gratifikasi,” tandasnya. Wardoyo