JOGLOSEMARNEWS.COM — Cerita seorang karyawan bergaji Rp 80 juta terkena PHK sedang trending di twitter. Kisaih pilu tersebut awalnya dibagikan oleh salah satu akun twitter @_pasiholan.
Ia menyebut temannya berprofesi sebagai karyawan swasta dengan gaji Rp 80 juta-an per bulan. Kini sang teman harus menerima kenyataan pahit karena dirumahkan oleh perusahaan.
Akibatnya, rumah tangga karyawan tersebut berantakan lantaran kehidupan keluarganya selama ini tergolong tinggi.
Kredit mobil mewah, beli rumah di Kota Wisata hingga Rp 3 M. Sementara tabungan tipis. Sekarang mereka bingung. Kasihan
Beragam tanggapan netizen seperti di bawah ini
@sekar_aninda: W dipanggil interview aja udah bahagia bgt. Lamaran ga tembus2 wkwkw
@agungsuryaditya: jangan lupa bersyukur
@nonaretwet: tidak menjamin gaji gede akan sejahtera, kalo warisannya banyak gpp Face with hand over mouth
@GarangSantoso: #PuasaTahunIniBeda karena gaji 80jt itu gak sama dengan gaji 8jt apalagi 800k
bukit padang bulan
@PKecak: rumah 3 m, tenor 10 tahun, cicilan 35 jt/bulan, mobil 1 m, tenor 5 tahun 19 jt/bulan, biaya bulanan, biaya sekolah anak 15 jt/bulan. kasi orang tua dan mertua dan biaya lain 10 juta/bulan
total 79 juta, nabungnya 1 juta, ya kolaps
@nu_kamal: Gaji 80 juta Borong lontong plus ta’jil slama Ramadhan puteehUnicorn face
@Ptrlayss: Haha lol.
@LatifMansur3: no gaji shopping
@blessingfour_: Berapapun itu, kl qt pintar bersyukur pasti akan cukup
@joviijovita_: Klo gk bersyukur pasti selalu aja kurang mau gaji 1 M klo gk bersyukur ttp aja kurang
Korban PHK 1,9 Juta
Terlepas dari benarnya cerita gaji 80 juta dan jadi korban PHK itu, selama pandemi corona memang kisah korban PHK banyak berseliweran.
Kementerian Ketenagakerjaan mencatat hingga 16 April 2020, pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan, mencapai 1.943.916 orang
Hal itu sebagai dampak pandemi Covid-19.
Dalam keterangan Kemenaker yang diterima Tribun, Senin (20/4/2020), jumlah tersebut didominasi oleh pekerja di sektor formal.
Pekerja formal yang di-PHK dan dirumahkan sebanyak 1.500.156 pekerja.
Sementara, jumlah pekerja dari sektor informal yang di-PHK dan dirumahkan, sebanyak 443.760 pekerja.
“Data total pekerja sektor formal dan informal yang di-PHK dan dirumahkan per 16 April 2020 adalah 1.943.916,” tulis keterangan tersebut.
Untuk jumlah perusahaan yang melakukan PHK dan merumahkan pekerjanya tercatat sebanyak 114.340 ribu perusahaan.
Rinciannya, 83.456 ribu dari perusahaan di sektor formal, dan 30.794 perusahaan di sektor informal.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) merespons kabar sejumlah pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) di tengah pandemi Covid-19.
Untuk itu, ia meminta para pengusaha berusaha keras mempertahankan para pekerja di tengah pandemi ini.
“Saya mengajak para pengusaha untuk berusaha keras mempertahankan para pekerjanya,” kata Jokowi saat konfrensi pers melalui siaran YouTube Sekretariat Kabinet, Kamis (9/4/2020).
Jokowi pun meminta kesediaan masyarakat turut bergotong royong dalam menghadapi pandemi Virus Corona ini.
Kepala Negara juga berharap, pembangunan yang telah ada selama ini bisa terus dilanjutkan.
“Saya mengajak semua pihak untuk peduli kepada masyarakat yang kurang mampu.”
“Dengan bergotong royong secara nasional, kita bisa mempertahankan capaian pembangunan dan mempertahankannya untuk lompatan kemajuan.”
“Kita harus sadar bahwa tantangan yang kita hadapi tidak mudah, kita harus hadapi bersama-sama,” tambahnya.
Menaker Minta PHK Jadi Langkah Terakhir
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah meminta seluruh perusahaan/dunia usaha agar menjadikan kebijakan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) sebagai langkah terakhir.
Menaker meminta perusahaan melakukan berbagai upaya dan langkah alternatif untuk menghindari PHK akibat Covid-19.
“Situasi dan kondisinya memang berat.”
“Tapi inilah saatnya pemerintah, pengusaha, dan pekerja bekerja sama mencari solusi untuk mengatasi dampak Covid-19,” ujarnya saat telekonferensi sidang pleno Lembaga Kerja Sama (LKS) Tripartit Nasional di Jakarta, Rabu (8/4/2020).
Berbagai kebijakan yang direkomendasikan pemerintah telah disiapkan, serta dapat dijadikan acuan.
Di antaranya, mengurangi upah dan fasilitas pekerja tingkat atas (misalnya tingkat Manajer dan Direktur); mengurangi shift kerja; dan membatasi/menghapuskan kerja lembur.
Lalu, mengurangi jam kerja; mengurangi hari kerja; dan meliburkan atau merumahkan pekerja/buruh secara bergilir untuk sementara waktu.
Langkah lainnya yang bisa dilakukan adalah tidak memperpanjang kontrak bagi pekerja yang sudah habis masa kontraknya, dan atau memberikan pensiun bagi yang telah memenuhi syarat.
“Langkah-langkah alternatif tersebut harus dibahas dahulu dengan SP/SB atau wakil pekerja/buruh yang bersangkutan,” ujarnya.
Berdasarkan data Kemnaker per 7 April 2020, dampak pandemi Covid-19, sektor formal yang dirumahkan dan di-PHK sebanyak 39.977 perusahaan.
Dan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.010.579 orang.
Rinciannya, pekerja formal dirumahkan sebanyak 873.090 pekerja/buruh dari 17.224 perusahaan.
Dan di-PHK sebanyak 137.489 pekerja/buruh dari 22.753 perusahaan.
Sementara, jumlah perusahaan dan tenaga kerja terdampak di sektor informal sebanyak 34.453 perusahaan, dan jumlah pekerjanya sebanyak 189.452 orang.
“Total jumlah perusahaan yang merumahkan pekerja dan PHK sebanyak 74.430 perusahaan, dengan jumlah pekerja/buruh/tenaga kerja sebanyak 1.200.031 orang,” ujar Ida.
Pusing Bayar Gaji, Apalagi THR
Kalangan pengusaha mengaku pusing dengan pandemi Covid-19, karena saat ini perputaran uang tidak sepenuhnya lancar.
Apalagi, dalam rentang satu bulan ke depan juga harus memberikan tunjangan hari raya (THR) kepada para karyawan, sehingga perlu ada strategi mempertahankan kesejahteraan.
Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BPP Hipmi) Mardani H Maming mengakui, saat ini para pengusaha dan pelaku industri sedang mencari cara bagaimana persoalan THR para pegawainya tetap dipenuhi.
“Untuk THR, kami dari pengusaha untuk minta dipending dulu.”
“Tidak elok dibahas pada kondisi sekarang, bukan tidak dikasih ya, tapi di-pending bahwa jangankan bicara THR,” ujarnya di Jakarta, Selasa (7/4/2020).
Menurutnya, kesimpulan itu didapat setelah membahas melalui video confrence dengan Hipmi di seluruh daerah, untuk membayar gaji saja sekarang sedang kesulitan.
Sementara, dengan kondisi saat ini terbilang buruk, jangankan meraih keuntungan, untuk bertahan di industri saja membutuhkan upaya lebih.
“Hipmi tengah mengkaji bagaimana caranya agar industri tidak sampai melalukan pemutusan hubungan kerja (PHK).”
“Selain itu, para pengusaha menilai pemberian THR menjadi beban tahun ini,” kata Mardani.
Karena itu, pihaknya pun meminta kepada Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) agar tidak membahas THR terlebih dahulu.
“Kita berpikir mau bayar dari mana kalau sekarang terus bahas THR, ini bisa PHK karena beban kami sangat berat.”
“Banyak sektor usaha yang sama sekali tidak beroperasi lagi.”
“Kami mohon kebijakan dari Kementerian Ketenagakerjaan mengeluarkan kebijakan win-win solution,” bebernya.