BANTUL, JOGLOSEMARNEWS.COM – Setelah yerjasi di Kecamatan Srandakan, Program Keluarga Harapan (PKH) dan Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) di Kecamatan Jetis juga bermasalah.
Di tempat itu, program PKH dan BNPT diduga digelapkan. Kasus itu mencuat, berawal dari laporan dari keluarga penerima manfaat program Kementerian Sosial itu ke legislatif.
Ketua Komisi D DPRD Bantul, Enggar Suryo Jatmiko menandaskan, kaaua yang terjadi di Jetis itu terbilang mirip dengan kasus Srandakan.
“Setelah muncul dugaan penyimpangan di Srandakan itu, kami menerima laporan. Kami sudah crosscheck langsung kepada yang bersangkutan, by name by adress. Kejadiannya di Jetis. Saat ini, kami masih melakukan investigasi lebih lanjut ya,” tandasnya, Rabu (17/6/2020).
Berdasar penuturan yang bersangkutan, pria yang akrab disapa Miko itu mengatakan, bahwa pada 2017 lalu, warga tersebut sempat dua kali mencairkan bantuan.
Akan tetapi, pada pertengahan 2017, kartu kombo ditarik pendamping desanya, dengan dalih bakal diganti dengan sembako.
“Padahal, saat ditarik, kondisi mereka masih membutuhkan. Katanya mau diganti sembako, namun itu pun tidak pernah diterima dalam kurun waktu beberapa tahun sejak kartu diambil oleh pendampingnya tersebut,” terangnya.
Kemudian pada Februari 2020 lalu, kartu yang sebelumnya sudah diminta, dikembalikan lagi pada penerima manfaat, dimana pendamping yang menyerahkan berbeda dengan yang meminta dahulu.
Kecurigaan pun muncul, lantaran kartu dikembalikan tanpa disertai buku tabungan.
“Hanya kartu saja ya, tidak ada buku tabungan. Tapi, saya pikir oke lah, tak ada masalah. Hanya saja, tanggal 10 Juni kemarin, yang bersangkutan mencairkan 5 paket sembako, yang satunya seharga Rp 200.000 sementara saldo yang tersisa ada Rp 9.000,” ungkap Miko.
“Sembako ini wajar saja ya, karena memang ada top up dari provinsi (Pemda DIY). Tapi, yang jadi masalah, kemana dana bantuan dari 2017 sampai awal tahun 2020 itu? Nah, ini yang menjadi konsen kita bersama,” tambahnya.
Meski sebatas dugaan, politisi Partai Gerindra itu mengaku khawatir, polemik serupa sebenarnya juga menimpa banyak penerima manfaat di seantero Bantul.
Pasalnya, bantuan ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan dikhawatirkan, telah menjadi sebuah modus yang tersistematik.
“Kalau kisaran per bulan Rp 100 ribu minimal, jika dihitung sebenarnya tak seberapa jumlahnya. Tapi itu baru dari satu penerima. Padahal, satu orang pendamping di Bantul ini kan bisa mendampingi puluhan, atau bahkan ratusan keluarga penerima manfaat,” tandasnya.
Miko pun mendorong jajaran Kemensos sebagai pengampu para pendamping, sekaligus aparat penegak hukum, untuk melakukan pengusutan tuntas.
Sebab, di tengah pandemi Covid-19 ini, masih sangat banyak warga yang sejatinya layak dibantu, namun sama sekali tidak tersentuh.
“Bagaimanapun, di sini ada dugaan penyimpangan uang negara yang dilakukan oleh oknum. Nyuwun sewu ya, kalau hanya sekadar mengembalikan terus masalah selesai, saya kira itu tidak akan memberi efek jera,” tegasnya.
Sementara itu saat dikonfirmasi terpisah, Koordinator PKH Kabupaten Bantul, Rini Natalina pun menyatakan bahwa pihaknya telah mengetahui polemik dugaan penggelapan bantuan dari pemerintah pusat yang terjadi di Jetis itu. Namun, ia belum bersedia menjelaskan secara rinci.
“Untuk saat ini kami belum bisa bicara banyak ya, karena masih kami dalami lebih lanjut. Kami akan klarifikasi di lapangan dan memanggil pendamping,” ujarnya.