![](https://i0.wp.com/joglosemarnews.com/images/2020/06/diskusi-PWI.jpg?resize=640%2C360&ssl=1)
SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM -Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja punya peran yang strategis dan sangat penting (vital) untuk membantu mempercepat recovery (perbaikan) ekonomi akibat pandemi Covid-19.
RUU ini bisa menjadi payung hukum untuk memberikan insentif bagi para pengusaha, khususnya para pelaku UMKM. Insentif tersebut seperti kemudahan perizinan, pengurangan (relaksasi) pajak, dan insentif yang lain bisa berkembang di masa pandemi Covid-19 bisa diperkuat oleh RUU tersebut. Selain itu RUU Cipta kerja juga diperlukan untuk menarik kembali investor.
Hal itu ditegaskan pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Lukman Hakim dalam diskusi virtual yang diselenggarakan oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Surakarta, Selasa (30/06/20).
“Keberadaan RUU Cipta Kerja ini bisa meningkatkan gairah pembenahan regulasi di Indonesia. Pastinya ini jadi daya tarik bagi para investor. Regulasi itu juga menjadi payung hukum bagi pemberian insentif untuk pengusaha khususnya UMKM,” kata Lukman dalam diskusi bertema “RUU Cipta Kerja, Peluang Membangkitkan Ekonomi Pasca Pandemi” itu.
Menurut Lukman ada agenda dalam RUU Cipta Kerja tersbut yakni mengundang investor asing untuk mensuport investor dalam negeri. Diakuinya RUU tersebut dinilai sebagian pihak tidak cocok tetapi jika dilihat dari sudut optimisme memiliki banyak manfaat.
“Saat ini, siapa pun rezimnya atau pemimpinnya pasti harus dan memerlukan penyederhanaan Undang-Undang serta aturan yang ada. Seperti Omnibus Law seperti dalam RUU Cipta Kerja ini,” jelas Lukman Hakim.
Penyederhanaan regulasi dan perizinan berusaha dalam rangka peningkatan ekosistem investasi semakin relevan untuk dilakukan setelah Covid-19 terjadi. Ini demi menarik kembali investor dan meningkatkan gairah perekonomian yang sempat terguncang baik dari dalam ataupun luar negeri.
Sejak masa reformasi, perlu diakui bahwa peraturan perundang-undangan Indonesia ini cukup carut marut. Hal ini perlu diselesaikan dengan cara yang di luar kebiasaan.
“Omnibus Law ini bisa disebut cara “big bang” atau mengubah secara besar-besaran. Memangkas ketentuan yang tidak pro pasar secara besar-besaran. Fokusnya tentu memberikan jaminan kemudahan kepada investor baik dalam dan luar negeri,” ujar dia.
Upaya menyelesaikan permasalahan tumpang tindih regulasi ini, memang tidak bisa dicapai dengan cara yang mudah. Pemerintahan Joko Widodo, menurut Lukman, memang selalu mencoba mengambil kebijakan baru yang terkadang sulit untuk dilakukan.
“Dalam bidang ekonomi, pemerintahan Joko Widodo ini memang sering menyelesaikan isu-isu yang selama ini tidak pernah disentuh. Kita sudah melihat pada periode pertama, permasalahan infrastruktur mulai diselesaikan. Di periode kedua ini, masalah regulasi yang berbelit-belit juga coba diselesaikan melalui RUU Cipta Kerja ini,” tegasnya.
Menurutnya, RUU Cipta Kerja ini juga berpeluang menjadi payung hukum untuk memberikan insentif bagi para pengusaha dan pelaku UMKM. Insentif seperti kemudahan perizinan, pengurangan pajak, dan insentif yang lain bisa berkembang di masa setelah pandemi ini.
“Sounding adanya RUU Cipta Kerja ini bisa meningkatkan gairah pembenahan regulasi di Indonesia. Pastinya ini jadi daya tarik bagi para investor,” kata Lukman.
Sementata itu pakar ekonomi Universitas Muhammdiyah Surakarta (UMS), Prof Anton Agus Setyawan, pada kesempatan yang sama mengatakan pandemi Covid-19 berdampak bagi ekonomi Indonesia. Di antaranya, kebijakan lockdown menyebabkan pelambatan bahkan resesi ekonomi global. “Kebijakan physichal distancing dan social distancing telah berdampak pelambatan ekonomi nasional,” ujarnya.
IMF memperkirakan perekonomian global tahun 2020 tumbuh -3 persen. Sedangkan perekonomian nasional diperkirakan tumbuh antara 0 sampai dengan 1 persen. Sedangkan dampak riil akibat pandemi antara lain adanya potensi 5,2 juta penduduk menjadi pengangguran dan 3,78 juta orang penduduk miskin.
Bahkan skenario yang lebih buruk memperkirakan akan ada lonjakan pengangguran menjadi 8,1 juta orang pengangguran dan 4,9 juta orang penduduk miskin. “Di Jateng ada sekitar 24.240 karyawan dari 191 perusahaan mengalami PHK dan ada banyak juga pekerja dengan status dirumahkan,” ujarnya lagi.
Untuk pemulihan ekonomi setelah pandemi, Anton mengatakan perlunya re-orientasi industri dengan membangun industri substitusi impor (inward orientation). Serta memperkuat sektor primer (pertanian, peternakan, perikanan dan energi) dan memberikan stimulus ekonomi pada sektor-sektor unggulan.
Banyak sektor yang terdampak Covid-19, termasuk perusahaan media. Ketua PWI Surakarta, Anas Syahirul menambahkan saat ini sudah banyak industri media yang terpuruk. Industri media juga melakukan strategi pertahanan yang luar biasa dengan berbagai cara agar bisa tetap bertahan.(Prabowo)