SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penemuan dua benda yang disebut mahkluk jenglot di bendungan atau Embung Dukuh Bontit, Desa Pare, Kecamatan Mondokan, Sragen, akhir pekan lalu membuat gempar warga.
Dua benda yang konon dikaitkan dengan hal-hal mistis itu ditemukan secara beruntun di lokasi embung tak jauh dari permukiman warga.
Hasil penelusuran JOGLOSEMARNEWS.COM , penemuan dua jenglot itu ternyata menyimpan cerita bernuansa agak mistis yang barangkali jauh dari logika.
Menurut keterangan Kades Pare, Samdani, Senin (6/7/2020), kedua jenglot ini ditemukan mengapung tak jauh dari bendungan pada Kamis (2/7/2020) dan Jumat (3/7/2020) secara beruntun.
Awalnya satu jenglot agak besar muncul mengapung dan kemudian diambil warga. Setelah itu, satu jenglot berukuran agak kecil kemudian muncul berikutnya.
“Yang satu mengapung 10 meter dari bendungan. Satu lagi mengapung tepat di bawah jembatan bendungan,” ujar Kepala Desa Pare, Samdani, ditemui di lokasi penemuan, Senin (6/7/2020).
Embung Bontit berlokasi di pinggir desa. Jaraknya sekitar 500 meter dari pemukiman warga, dan satu kilometer dari jalur kecamatan Mondokan-Sumberlawang.
Embung seluas tiga hektare tersebut, merupakan titik pertemuan dua sungai berbeda, yakni Sungai Bontit dan Mbothon. Kedua sungai ini membawa debit air dari dua kecamatan, yakni Mondokan dan Sumberlawang.
Ia menuturkan saat kabar kemunculan jenglot beredar, warga langsung berdatangan. Setelah diambil, kedua jenglot itu kini dirawat oleh warga.
Menurut kesaksian, Sutarman Cokro (61) warga Dukuh Pare, Desa Pare, Mondokan yang mengambil dan merawat jenglot itu, ia mengambil makhluk mirip patung kayu berukuran kecil berambut panjang yang muncul pada hari kedua, Jumat (3/7/2020).
“Awalnya waktu itu kabar penemuan jenglot ini dan langsung membuat geger warga. Ratusan warga berkerumun di sekitar lokasi penemuan. Saya kemudian mengajak anak saya ayo Mas nengok katanya ada muncul jenglot di bendungan,” papar Cokro ditemui di rumahnya, Senin (6/7/2020).
Pria yang dikenal memiliki kejawen menceritakan setiba di bendungan, ia sudah melihat kerumunan ratusan warga.
Massa itu datang dari berbagai wilayah dan kecamatan. Mereka penasaran melihat kemunculan makhluk jenglot yang kala itu mengapung di perairan bendungan.
Dengan naluri dan keberanian yang ia miliki, Cokro pun memutuskan untuk menceburkan diri ke bendungan dan mengevakuasi jenglot itu.
“Waktu itu saya tanya Mbah Lurah (Kades), kok nggak ada yang mengambil Mbah. Katanya nggak ada yang berani ngambil. Akhirnya saya ambil dan saya angkat dari air. Waktu itu air di sekitar jenglot itu tampak mrempul-mrempul seperti air mendidih itu,” tuturnya.
Keputusannya untuk mengamankan jenglot bertujuan untuk menghindari kerumunan warga. Menurutnya, jika banyak warga berkerumun akan memicu resiko penularan Covid-19.
“Takutnya banyak warga dari luar, padahal Desa Pare selama ini zona hijau karena tidak ada kasus Corona. Sebelumnya saya tawarkan ke seluruh warga, tapi tidak ada yang berani. Akhirnya saya bawa pulang,” ujarnya.
Sesampainya di rumah, Cokro menyebut jenglot itupun dibersihkan dan disimpan. Jenglot dibungkus dengan selembar kain mori berwarna putih, disimpan di almari di dalam kamar pribadinya.
“Saya tidak takut. Karena saya memang sudah merawat jenglot sebelumnya. Peninggalan mbah saya,” imbuhnya. Wardoyo