Beranda Umum Nasional Pemakaian Kantong Plastik Dilarang, APPBI: Sanksi Cabut Izin Usaha Tidak Tepat

Pemakaian Kantong Plastik Dilarang, APPBI: Sanksi Cabut Izin Usaha Tidak Tepat

Ilustrasi kantong plastik atau tas kresek. pexels.com

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Larangan penggunaan kantong plastik sekali pakai mulai diterapkan di DKI Jakarta. Bahkan, larangan tersebut disertai dengan ancaman denda pencabutan izin usaha.

Terkait dengan aturan yang disertai sanksi pencabutan izin usah tersebut, Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) mengaku keberatan dengan peraturan Gubernur DKI Jakarta tersebut.

APPBI menilai, sanksi pencabutan izin usaha bagi pusat perbelanjaan yang tidak menerapkan penggunaan kantong belanja ramah lingkungan itu tidak tepat.

Ketua APPBI DKI Jakarta, Ellen Hidayat mengatakan, ancaman pencabutan izin kurang tepat bila diterapkan di saat ekonomi sedang lesu karena wabah virus corona.

Menurut dia, banyak warga DKI yang membutuhkan lapangan pekerjaan dan pelaku usaha pun sedang berjuang membuka kembali pusat perbelanjaan di tengah risiko penularan Covid-19.

“Masalah sanksi perlu ditinjau kembali dan tidak disasarkan kepada pusat belanja,” kata Ellen melalui keterangan tertulisnya, Rabu (1/7/2020).

Pemerintah Provinsi DKI mulai menerapkan kebijakan larangan penggunaan kantong plastik mulai hari ini, 1 Juli 2020.

Kebijakan larangan penggunaan kantong plastik tersebut tertuang dalam Peraturan Gubernur atau Pergub Nomor 142 Tahun 2019 tentang kewajiban penggunaan kantong belanja ramah lingkungan di pusat perbelanjaan, swalayan dan pasar rakyat, yang telah diundangkan sejak 31 Januari 2020.

Baca Juga :  Sebelum Berondong Rumah Kapolres Solok Selatan, AKP Dadang Peringatkan Rekannya: Berani Tangkap, Saya Tembak!

Ellen telah mempelajari Pergub larangan penggunaan kantong plastik itu. Asosiasi pun mengkritisi sanksi pencabutan izin usaha yang bisa dijatuhkan kepada pengelola pusat perbelanjaan.

Menurut dia, sanksi pencabutan izin tersebut tidak tepat karena pengelola pusat perbelanjaan merupakan pihak yang menyewakan tempat kepada tenan.

“Kami bukan sebagai pelaku usaha dan tidak bersinggungan langsung dengan pemakaian tas kresek, namun sanksi diberikan juga kepada pengelola pusat belanja,” ujarnya.

Bila ditemukannya ada tenant yang masih memakai kantong plastik sekali pakai atau kresek, pemerintah bisa menjatuhi sanksi kepada pengelola pusat belanja secara bertahap mulai dari teguran tertulis, membayar uang paksa sebesar Rp 5 juta sampai Rp 25 juta, pembekuan izin usaha dan pencabutan izin usaha.

“Padahal pengelola seharusnya dijadikan mitra kerja bersama Dinas lingkungan hidup untuk membantu mengawasi para tenant,” ujarnya.

Sejauh ini, Ellen melihat umumnya sebagian besar tenant di pusat belanja menengah ke atas telah menggunakan berbagai kantong belanja dari kertas maupun dari jenis lain yang bisa didaur ulang.

Namun lain cerita bagi para pelaku UKM yang berada di trade mall.

Bagi pusat perbelanjaan kelas menengah, peningkatan kantong plastik menjadi kantong yang ramah lingkungan akan menjadi tambahan biaya penjualan saat ini.

Baca Juga :  Luhut Bilang, Penerapan PPN 12 Persen Hampir Pasti Diundur

Apalagi, kondisi pandemi yang membuat banyak pembelian yang harus diantarkan ke rumah pelanggan meningkatkan permintaan kantong belanja.

Tenant, kata dia, awalnya telah menyediakan kantong yang terbuat dari singkong atau kentang untuk mengemas produk makanan.

Namun, kini banyak juga timbul pertanyaan dari para tenant yang kebingungan mencari bahan substitusi sehingga produk makanan tersebut tetap terjamin higienisnya.

“Perlu arahan yang lebih jelas dari Dinas Lingkungan Hidup perihal ini. Walau memang masih pengecualian terhadap pemakaian kantong plastik sekali pakai bila digunakan untuk mewadahi bahan pangan yang belum terselubung atau belum dikemas.”

www.tempo.co