Beranda Edukasi Pendidikan Perempuan Masih Menjadi Gender-Based Marketing

Perempuan Masih Menjadi Gender-Based Marketing

Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi Surakarta Yokhebed Arumdika Probosambodo memberi penjelasan dalam international webinar, Senin (29/6/2020), yang digelar Universitas Internasional Batam / dok Humas Unisri Surakarta 

SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM – Hingga sekarang, masih marak terjadi gender based marketing dalam dunia bisnis di tanah air.

Hal itu dikatakan oleh Staf Pengajar Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi (Unisri) Surakarta, Yokhebed Arumdika Probosambodo.

Karena itu, menurut Yokhebed, dibutuhkan peran pemerintah agar mendorong perusahaan-perusahaan memproduksi gender-neutral products.

Yokhebed berharap perusahaan tidak lagi memisahkan mainan-mainan untuk anak laki-laki dan anak perempuan pada etalase toko mainan. Hal itu seperti yang telah dilakukan oleh pemerintah Inggris.

“Tidak lagi menerapkan stigma bahwa blue are for boys dan ‘pink are for girls,” kata Yokhebed menjawab pertanyaan peserta webinar internasional yang digelar Universitas Internasional Batam.

Seminar online bertajuk “SDG’s For Better World and Humanity, Pillar of Social Development Goal: 01, 02, 03, 04, 05” itu menghadirkan pembicara dari perguruan tinggi berbagai negara.

Seperti Dr Jau-Rong Chen dari Taiwan, Osei Enoch Aboagye dari Ghana, Pachara Chaicharoendari Thailand,  Manuel Fernando Rios dan Yokhebed Arumdika Probosambodo dari Indonesia.

Webminar yang digelar Senin (29/6/2020) itu di diikuti 500 peserta. Kegiatan tersebut membahas arti penting dari Sustainable Development Goals (SDGs) yang merupakan tujuh belas (17) tujuan dengan 169 capaian yang terukur dan tenggat yang telah ditentukan PBB sebagai agenda dunia dalam membangun, demi kemaslahatan manusia dan planet bumi.

Dalam paparannya, Yokhebed membahas gender equality atau kesetaraan gender dengan tema Gender Equality dari perspektif Indonesia.

Menurut dia, meski sudah ada International Law (Hukum Internasional), Regional Law (peraturan-peraturan ASEAN), dan peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mendukung adanya kesetaraan gender, namun dalam implementasinya di Indonesia masih jauh dari harapan.

Kenyataannya, kata dia, di Indonesia masih menghadapi beberapa tantangan terkait kesetaraan gender. Seperti, “woman as object” yakni wanita sebagai objek yang seringkali justru disalahkan ketika menjadi korban pelecehan.

Kemudian, “cultural issues”, di mana mayoritas suku di Indonesia masih berpandangan bahwa pria lebih unggul dibanding perempuan. Dalam Bahasa Jawa, perempuan hanya sebagai “kanca wingking”.

“Kasus ‘woman-shaming’ atau perundungan terhadap wanita oleh sesama wanita juga masih marak terjadi di Indonesia, khususnya melalui sosial media. Rata-rata terkait pola pengasuhan anak, perubahan fisik perempuan setelah melahirkan, dan lainnya. suhamdani