YOGYAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Sri Sultan Hamengku Buwono X memperingati sewindu berlakunya Undang-undang No. 13 tahun 2012 tentang Keistimewaan DIY, Senin (31/2020).
Raja Keraton Yogyakarta yang juga Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menjelaskan sejarah terbitnya undang-undang yang sangat berarti bagi Yogyakarta itu.
“Undang-undang Keistimewaan bersumber dari peristiwa bersejarah saat Yogyakarta di bawah pemerintahan dua kerajaan mardikâ (Keraton dan Pura Pakualaman) kemudian bergabung dengan Republik Indonesia yang saat itu masih muda,” kata Sultan Hamengku Buwono X dalam acara Sapa Aruh Refleksi Sewindu Undang-undang Keistimewaan di Keraton Ngayogyakarto Hadiningrat, Senin (31/8/2020).
Sultan Hamengku Buwono X menuturkan, bergabungnya Yogyakarta ke NKRI di masa silam layaknya proses ijab kabul, ada ikatan batin sehidup-semati antar dua pihak setara yang tak bisa diputus secara sepihak.
“Peristiwa itu juga bisa dimaknai sebagai pergeseran peradaban monarkhi ke demokrasi. Sebuah bentuk demokrasi khas Yogyakarta, yang di barat disebut demokrasi deliberatif,” ujar Sultan.
Dalam peringatan Undang-undang Keistimewaan ini, Sultan Hamengku Buwono X mengulas pesatnya perkembangan desa-desa wisata di DI Yogyakarta.
Sultan mengisyaratkan agar desa-desa di Yogyakarta kian maju dan setara dengan peradaban di wilayah perkotaan dengan memanfaatkan berbagai peluang.
Sultan Hamengku Buwono melihat perkembangan yang signifikan di desa-desa di Yogyakarta.
Mereka berhasil mandiri karena mengolah potensinya, terutama di sektor pariwisata. Sultan kemudian menyampaikan ungkapan Jawa lawas Desa Mawa Cara, Negara Mawa Tata.
Di masa kini, ungkapan itu didukung oleh Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Otonomi Desa, yang memberikan kewenangan desa mengatur cara dan mengurus rumah tangganya sendiri.
“Saya bersyukur saat ini banyak desa di Yogyakarta berkembang menjadi kuat dan mandiri dengan bentuk desa budaya, desa wisata, desa mandiri energi, desa mandiri pangan,” ujar Sultan.
Dengan desa yang makin berdikari itu, Sultan Hamengku Buwono X meyakini di masa depan justru desa yang menjadi sentra pertumbuhan.
Menurut catatan Dinas Pariwisata DIY, desa wisata menjadi satu tulang punggung pendukung wisata Yogyakarta yang terus bertambah jumlahnya selama empat tahun terakhir.
Pariwisata di DI Yogyakarta bisa menjadi industri kreatif, dengan cara mengembangkan potensi budaya, alam, dan ekonomi yang mampu memberikan kesejahteraan masyarakat.
Kepala Dinas Pariwisata DIY, Singgih Raharjo mengatakan terdapat sekitar 132 desa dan kampung wisata di Yogyakarta yang layak jual dan mampu mengelola potensi masing-masing secara profesional dan mandiri.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman Sudarningsih juga menuturkan keberadaan desa wisata berkontribusi dalam menyumbang kunjungan wisatawan di Kabupaten Sleman. Saat ini di Sleman ada 44 desa wisata.