Beranda Umum Nasional Hasil Swab Test yang Dilakukan Badan Intelijen Negara Dikabarkan Tak Akurat, Ini...

Hasil Swab Test yang Dilakukan Badan Intelijen Negara Dikabarkan Tak Akurat, Ini Tanggapan BIN: Hasil Tes Swab Positif Jadi Negatif Bukan Hal Baru

Ilustrasi swab test. Foto/Istimewa

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM Pelaksanaan swab test atau tes usap Covid-19 yang dilakukan oleh Badan Intelijen Negara (BIN) menjadi perbincangan. Pasalnya, beredar kabar yang menyebut hasil tes usap yang dilakukan BIN tidak akurat, bahkan banyak yang positif palsu.

Salah satu yang menggelar tes usap dengan menggunakan fasilitas mobil polymerase chain reaction (PCR) milik BIN adalah kantor Lembaga Administasi Negara, pada 21 Juli 2020. Saat itu, Kepala LAN, Adi Suryanto dan 15 orang dari 53 pegawai lembaga tersebut yang menjalani tes, dinyatakan positif.

Namun setelah dirinya dan 15 pegawai itu menjalani tes ulang di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, hasilnya menjadi negatif. “Semuanya negatif dan hasil tes darahnya juga bagus,” kata Adi seperti dikutip dari Majalah Tempo edisi 26 September 2020.

Kabar ketidakakuratan hasil tes usap yang dilakukan BIN tidak hanya datang dari kantor LAN, namun juga terjadi di sejumlah tempat lainnya. Dua di antaranya yang disebut-sebut bekerja sama dengan BIN adalah stasiun televisi MNC dan TvOne.

Merujuk data Dinas Tenaga Kerja DKI Jakarta, pemeriksaan di kantor MNC berlangsung pada Senin, 7 September 2020. Hasilnya, 84 pegawai dinyatakan positif Covid-19.

Dua pegawai MNC yang mengetahui hasil pengujian itu mengatakan sebagian pegawai mengikuti tes mandiri sehari kemudian. Hasilnya, semuanya negatif. Tiga pegawai di TvOne juga menceritakan kisah senada yang terjadi di kantor mereka.

Tanggapan BIN

Menanggapi kabar tersebut, Deputi Bidang Komunikasi dan Informasi BIN, Wawan Purwanto, mengatakan tidak mempermasalahkan jika hasil tes PCR lembaganya yang disebut positif palsu. Menurut dia, pemeriksaan yang dilakukan BIN bersifat pertolongan pertama. “Kalau sudah dites di kami, lalu dites di tempat lain dan hasilnya berbeda, silakan saja,” katanya.

Baca Juga :  Nilai Pilkada 2024 Diwarnai Banyak Kecurangan, Megawati: Demokrasi Indonesia Terancam Mati

Wawan Purwanto pun menyampaikan sejumlah hal mengenai kabar tersebut. Pertama, terkait masalah akurasi hasil tes, kata Wawan, laboratorium BIN dalam melakukan proses uji spesimen menggunakan dua jenis mesin RT PCR, yaitu jenis qiagen dari Jerman dan jenis thermo scientific dari Amerika Serikat, serta memiliki sertifikat lab BSL-2 yang telah didesain mengikuti standar protokol laboratorium.

Selain itu, kata Wawan, laboratorium BIN telah melalui proses sertifikasi oleh lembaga sertifikasi internasional, World Bio Haztec (Singapura) serta melakukan kerja sama dengan Lembaga Biologi Molekular Eijkman.

“BIN menerapkan ambang batas standar hasil PCR tes yang lebih tinggi dibandingkan institusi/lembaga lain yang tercermin dari nilai CT PCR (ambang batas bawah 35, namun untuk mencegah OTG lolos screening maka BIN menaikkan menjadi 40) termasuk melakukan uji validitas melalui triangulasi tiga jenis gen yaitu RNP/IC, N dan ORF1ab,” ujar Wawan dalam keterangan tertulis, Senin (28/9/2020).

Terkait hasil tes PCR dengan standar tinggi yang menunjukkan hasil positif Covid-19 namun setelah dicek ulang ternyata negatif, Wawan menjelaskan bahwa dewan analis strategis medical intelligence BIN termasuk jaringan intelejen di WHO menjelaskan fenomena hasil tes swab positif menjadi negatif bukan hal yang baru.

Hal itu, menurut dia, dapat disebabkan oleh RNA/protein yang tersisa (jasad renik virus) sudah sangat sedikit bahkan mendekati hilang pada treshold sehingga tidak terdeteksi lagi.

Hasil tes positif palsu, ujar Wawan, juga bisa terjadi karena bias pre-analitik, yaitu pengambilan sampel dilakukan oleh dua orang berbeda, dengan kualitas pelatihan berbeda dan SOP berbeda pada laboratorium yang berbeda, sehingga sampel swab sel yang berisi virus corona tidak terambil atau terkontaminasi.

Baca Juga :  Catat! Gaji Guru Bakal Naik Mulai Januari 2025

Penyebab ketiga, kata Wawan, bisa saja karena sensitivitas reagen dapat berbeda terutama untuk pasien yang nilai CQ/CT nya sudah mendekati 40. “Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi perbedaan uji swab antara lain adalah kondisi peralatan, waktu pengujian, kondisi pasien, dan kualitas test kit. BIN menjamin kondisi peralatan, metode, dan test kit yang digunakan adalah gold standard dalam pengujian sampel Covid-19,” ujarnya.

Dampak Hasil Tes Positif Palsu

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Biologi Molekuler Universitas Airlangga, Chaerul Anwar Nidom, turut menanggapi hasil tes usap Covid-19 yang mengatakan positif palsu. Menurutnya, hal tersebut tidak akan terlalu berdampak pada kesehatan. “Paling-paling menciptakan kepanikan,” katanya.

Berbeda lagi dengan pendapat dokter patologi klinik, Tonang Dwi Ardyanto, yang mengatakan, lebih berbahaya jika hasil tes Covid-19 menunjukkan negatif palsu, yang berarti pasien sebenarnya positif tetapi hasil tes menunjukkan negatif. Sebab orang yang diperiksa akan terus beraktivitas dan berpotensi menularkan orang lain. “Virus bisa menyebar lebih cepat,” tuturnya.

www.tempo.co