
JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi masih punya celah untuk menghindar dari dakwaan. Melalui pengacaranya, Maqdir Ismail, ia keberatan dengan sangkaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Maqdir Ismail menilai, dakwaan KPK bahwa kliennya menerima suap dan gratifikasi senilai Rp 83 miliar terlalu dipaksakan.
“Dari apa yang dikemukan jelas bahwa dakwaan terhadap Pak Nurhadi ini telah disusun tidak berdasarkan fakta dan berdasarkan keterangan saksi,” kata Maqdir lewat keterangan tertulis, Selasa ( 20/10/2020).
Menurut Maqdir, Nurhadi tidak menerima suap Rp 45.726.955.000 miliar dari Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal Hiendra Soenjoto terkait pengurusan Peninjauan Kembali.
Uang tersebut diduga diterima Nurhadi, melalui menantunya Rezky Herbiyono yang juga ditetapkan menjadi tersangka.
Maqdir mengatakan Rezky menerima uang dari Hiendra terkait kerja sama proyek mini hidro. Proyek itu, kata dia, kemudian dibatalkan dan Rezky telah mengembalikan uang kepada Hiendra.
“Yang penting juga bahwa penerimaan uang oleh Rezky dari Hiendra, terjadi setelah PK yang diajukan Hiendra diputus dan dikalahkan oleh MA,” kata dia.
Kedua, Maqdir mengatakan sumber informasi utama yang dimiliki KPK untuk memulai penyidikan kasus ini hanya seorang saksi yang mengaku pernah berbicara mengenai uang suap itu dengan menantu Nurhadi, Rezky Herbiyono.
Menurut dia, transaksi pinjam meminjam dan bantuan pengurusan pinjaman yang dilakukan Rezky, tanpa sepengetahuan Nurhadi.
Sementara, kata dia, Hiendra Soenjoto yang menjadi tersangka pemberi suap justru belum pernah diperiksa. Hiendra saat ini masih buron.
Di luar itu, Maqdir mengatakan Nurhadi tak mungkin menerima suap karena bukan pihak yang berwenang memutus perkara.
“Dengan demikian, maka cerita suap menyuap ini hanya asumsi,” kata dia.
Maqdir juga menolak bila kliennya disebut menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000. Nurhadi disebut menerima gratifikasi itu dari sejumlah orang untuk pengurusan perkara.
Dia mengatakan bisa menjelaskan bahwa pemberian uang tersebut merupakan transaksi yang sah, di antaranya terkait jual-beli mobil, jual-beli rumah dan tanah yang kemudian dibatalkan, serta pinjaman.