JOGLOSEMARNEWS.COM Umum Nasional

Pusat Studi FH UI Sebut, Penyusunan Omnibus Law UU Cipta Kerja Ugal-ugalan dan Jorok

Sekretaris Jenderal DPR Indra Iskandar memberikan keterangan saat menunjukkan naskah final Omnibus Law UU Cipta Kerja yang akan diserahkan kepada Presiden Joko Widodo di Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 14 Oktober 2020. Sebanyak 812 halaman tersebut terdiri dari 488 halaman berupa undang-undang dan sisanya bagian penjelasan kepada Presiden Joko Widodo melalui Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) / tempo.co

JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Penyusunan Omnibus Law Undang-undang (UU) Cipta Kerja dinilai ugal-ugalan dan cenderung jorok. Penilaian itu dilontarkan oleh Pusat Studi Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Indonesia (PSHTN FHUI).

Kacaunya perumusan UU Cipta Kerja itu, menurut Ketua PSHTN FHUI, Mustafa Fakhri, mulai terlihat dari mulai perumusan undang-undang dengan metode omnibus law hingga simpang siur naskah UU yang telah disahkan.

“PSHTN FHUI menilai bahwa proses pembentukan undang-undang saat ini bukan lagi kotor, namun sudah sangat jorok,” kata Mustafa Fakhri dalam keterangan tertulis, Kamis (15/10/2020).

Baca Juga :  PKS Sebut, NasDem Ajukan Sejumlah Nama Cawapres Anies, Mulai dari Khofifah, Andika hingga Yenny Wahid

Mustafa menjelaskan, perumusan dengan metode omnibus tak dikenal dalam Undang-undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

UU itu sebenarnya sempat direvisi pada 2019, tetapi metode omnibus tak termasuk materi revisi.

Kedua, Mustafa menyinggung adanya Satuan Tugas Omnibus Law yang tertuang dalam Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor 378 Tahun 2019.

Masalahnya, Satgas tersebut dipimpin Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) dan melibatkan sejumlah pengusaha.

Baca Juga :  Lukas Enembe Ngambek Minum Obat Biar Dapat Izin KPK untuk Berobat ke Singapura

“Tak heran jika kemudian publik mencurigai adanya konflik kepentingan dari para pengusaha tersebut untuk terlibat mempengaruhi substansi dalam materi pengaturan RUU,” kata Mustafa.

Ketiga, Mustafa menilai Dewan Perwakilan Rakyat terkesan bermain petak umpet sepanjang proses pembahasan pada pembicaraan tingkat I. Ia menyebut rajinnya anggota Dewan menggelar 64 kali rapat nonstop dari Senin hingga Minggu, pagi sampai malam, bahkan di masa reses juga patut dicurigai.

Halaman selanjutnya »

Halaman :  1 2 Tampilkan semua
  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com