Namanya JSP Farm Jogja, tempat penangkaran ayam hias dan burung berkicau. Terletak di jalan Ngabean, Nglebeng, Margorejo, Kecamatan Tempel, Kabupaten Sleman. Berbatasan langsung dengan provinsi Jawa Tengah, tepatnya Muntilan. Berdiri di atas tanah seluas 700 meter persegi , tempat ini mirip mini kebun binatang.Tak akan ada yang menyangka kalau bangunan yang depannya rumah hunian ini , ternyata kaya dengan binatang peliharaan.
Lihat saja,mulai masuk dari gerbang kecil, kicauan burung-burung langsung menyambut.Di bagian tengah, ada beragam burung seperti kacer, murai batu, jalak bali, cucak hijau dan kenari. Berbagai ayam hias termasuk ayam berbulu cantik yakni ayam Pheasant, merak indukan dan ayam hutan melengkapi koleksi ini. Istimewanya JSP Farm ini merupakan satu-satunya penangkaran merak resmi di Yogyakarta.
Semua satwa ini merupakan hasil budidaya sekaligus dagangan yang diperjualbelikan oleh Anggit Mas Ariefudin selaku sang pemilik. Ya, di tangan anak muda, berusia 27 tahun ini , burung dan aneka ayam hias miliknya menjadi pundi-pundi rupiah yang cukup menggiurkan. Paling berkilau nilainya adalah Merak Hijau Jawa.
Ikhwal bisnis burung dan ayam hias ini, sebenarnya berawal dari sang ayah yang lebih dulu memulai penangkaran pada tahun 2010. Anggit senang membantu, merawat dan menekuni pembudidayaan burung-burung tersebut. Belajar otodidak, penuh kecintaan akhirnya menjadi hobi yang mengasyikan baginya.
“Awalnya memang karena hobi memelihara dan merawatnya. Pelan-pelan ditekuni. Ketika dirawat, besar, lantas dijual ternyata burung, ayam ini sangat menghasilkan, “ucap Anggit beberapa waktu lalu.
Joglosemar berkesempatan melihat burung-burung , ayam Pheasant dan Merak Hijau Jawa itu di penangkaran. Mereka cukup terawat, dengan kandang dari besi yang bersih. Pencahayaan kandang, makanan pun terlihat sangat diperhatikan.
Menurut Anggit, awalnya dia mendapatkan koleksi-koleksi burung dan ayam hias itu bermacam cara, ada yang dari peternak langsung melalui sistem jual beli, berburu di pasar burung, namun ada pula yang impor dari Thailand dan China. Salah satu koleksi yang diimpor tersebut adalah Siamese Fireback Pheasant dan Lady Amherst.
“Semua ada surat izinnya. Termasuk ketika impor itu harus dan sudah ada surat izinnya, plus surat karantina. Biasanya kalau mau impor barengan dengan peternak lain via kapal. Di sana (negara asal) akan karantina 2 minggu, dan di jalan 1 minggu,”ucap Anggit yang lahir 29 Agustus 1993 ini.
Dari koleksi ini , merak menjadi pesona tersendiri. Setelah menekuni burung kicau dan ayam Pheasant, pada tahun 2015, Arief mencoba mulai menangkar Merak Hijau Jawa. Indukan atau FO ini didapatkannya dari dalam negri, kemudian dirawat dan dibudidayakan, hingga saat ini ia memiliki 18 ekor merak Jawa yang siap dijual.
“Sejak 2015 menangkar Merak Hijau Jawa, dan sekarang sudah punya anakan generasi pertama sudah ketiga kalinya. Ada total 18 ekor, anakan tahun 2018, 2019, dan 2020. Nah yang bisa dijual adalah generasi F2, atau generasi cucunya dari FO,”tandas Arief yang keseharian juga menjalani profesi dosen di salah satu perguruan tinggi swasta di Yogyakarta ini.
Merak Hijau Jawa ini hanya bereproduksi satu tahun sekali,di awal musim penghujan biasanya bulan Agustus sampai oktober. Istimewanya menangkar merak anakan ini , ketika usianya 5 bulanan bila dijual sudah capai Rp 25juta /pasang . Jumlah yang lumayan besar ketika sekali panen.
Sementara itu, untuk harga ayam Pheasant remaja umur 5-6 bulan pun cukup menyenangkan dompet, yakni Ringneck Pheasant Rp 1,3 juta/pasang, Golden Pheasant Rp 6 juta/pasang, Yellow Pheasant Rp 7 juta/pasang, Silver Pheasant Rp 7 juta/pasang, Lady Amherst Rp 13 juta/pasang dan Siamese Fireback Pheasant sebesar Rp 15 juta/pasang. Harga ini akan mendulang pesat, di atas 20 jutaan bila telah dewasa dan ayam pheasant itu memiliki bulu yang indah, plus full warna.
Merak Hijau Jawa diakui Anggit cukup menggiurkan secara nilai ekonomis, terlebih saat ini banyak pembeli baik individu, pengelola desa wisata yang tertarik membeli merak untuk koleksi pribadi mereka, ataupun pelengkap satwa dalam sebuah desa wisata. Tentunya guna menarik wisatawan lebih banyak berkunjung ke desa wisata bersangkutan.
Banyak faktor yang harus diperhatikan saat membudidayakan satwa peliharaan ini, termasuk terkait merak. Memelihara merak harus dipikirkan kenyamanan kandang , paling tidak ukuran kandang cukup luas agar ketika mengepakkan sayapnya bisa leluasa.
“Nah,untuk kandang Merak Hijau Jawa minimal 3,5m x5m atau 4,5m. Kandang terbaru saya ini 4m x 9m. Kalau perorangan tidak punya lahan besar akan kesulitan, sehingga sampai saat ini pembeli Merak Hijau Jawa kebanyakan adalah desa wisata, CV atau organisasi untuk hiasan vila dan resort gitu. Alhamdulillah, hampir seluruh provinsi di Indonesia pernah ambil di sini, ”urainya.
Selain kandang saat musim pancaroba ini, pencegahan terhadap penyakit dan perawatannya harus diperhatikan. Makanan harus dijaga, kebersihan jadi prioritas. “ Telaten dan mesti rutin itu kuncinya”, terang Anggit.
Untuk pemilihan makanan pun, harus disesuaikan dengan jenisnya masing-masing. Kalau burung makanan pokoknya berupa jangkrik, cacing, pisang ataupun pepaya, sementara ayam Pheasant beras merah atau jagung.
“Tips kalau mau memelihara burung atau ayam hias entah sebagai hobi atau diternak harus didasari rasa suka lebih dulu. Kalau hanya mengejar bisnis, dan tidak punya dasar suka terhadap burung dan ayam, mending tidak usah. Karena kalau sudah jeleh, bosan malah kasihan, malah do mati peliharaannya”,imbau Anggit.
Untuk itu, Anggit berharap para penghobi-penghobi saja yang beli satwa di JSP Farm miliknya. Ia pun mempersilakan siapa saja yang memang hendak sharing ilmu dengannya tentang budidaya burung atau ayam Pheasant.
“Semoga JSP Farm semakin dikenal dan bisa membatu konservasi burung dan ayam yang langka atau hampir punah. Bagi yang mau berkunjung silakan, kita belajar bersama bertemu saya di hari Sabtu atau Minggu,”pungkas Anggit. #Kiki Dian S