Beranda Daerah Semarang Aktivis Difabel Serahkan DIM sebagai Masukan Raperda Disabilitas Provinsi Jateng

Aktivis Difabel Serahkan DIM sebagai Masukan Raperda Disabilitas Provinsi Jateng

SEMARANG, JOGLOSEMARNEWS.COM — Sejumlah aktivis difabel yang tergabung dalam Jaringan Kawal Jateng Inklusi (Jangka Jati), menyerahkan Daftar Isian Masalah (DIM) sebagai masukan substansi rancangan peraturan daerah (Raperda) baru Provinsi Jawa Tengah tentang Pelaksanaan Pemenuhan Hak Disabilitas, Rabu (3/3/2021).

Tujuh orang aktivis difabel yang mewakili Jangka Jati itu, Didik Sugiyanto (KSD-Roemah D), Sunarman Sukamto (KSP & PPRBM Solo), Edi Satya (DPD Pertuni Jateng), Sugeng (PPDI Jateng), Lani Setyadi (Yayasan Autisma Yogasmara), Mahendra Teguh (Gerkatin Semarang), dan Laili Nurillahi (PPDI Kota Semarang).

Mereka  langsung menemui Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Komisi E DPRD Jateng, dan Gubernur Ganjar Pranowo.

Dalam kesempatan tersebut, para aktivis menjelaskan konteks situasi dan kondisi lokal Jawa Tengah terkait masalah tantangan dan harapan pelaksanaan pemenuhan hak difabel di Jawa Tengah.

“1DIM ini berasal dari masukan para pegiat hak difabel semua ragam difabilitas dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah,” papar Didik Sugiyanto dari Komunitas Sahabat Difabel Semarang kepada perwakilan dari  Dinas Sosial.

Didik berharap, Perda baru nanti bukan hanya mencakup penanganan masalah tetapi juga aspek pencegahan terjadinya difabilitas seperti pencemaran lingkungan, kecelakaan kerja, kecelakaan lalu lintas, stunting atau gizi buruk, penyakit degeneratif dan sebagainya.

Sementara,  Edy Satya dari Pertuni Jawa Tengah menyampaikan bahwa cara pandang penyelenggara pelayanan publik dan pemerintahan selama ini masih terkesan belas kasihan.

“Ke depan, kami berharap Perda baru ini akan bisa mengubah cara pandang tersebut menjadi human right and sosial model. Cara pandang ini sangat mendasar karena menciptakan atmosfir yang bisa dirasakan oleh kalangan difabel,” katanya.

Pada kesempatan yang sama, Laili Nurillahi dari PPDI Kota Semarang menyampaikan pentingnya ada afirmasi dan akomodasi yang layak dalam bidang perekrutan dan penempatan tenaga kerja difabel di sektor formal.

“Misalnya tingkat pendidikan dari minimal SMA menjadi SMP,  usia dari maksimal 35 tahun menjadi 40 tahun, dan juga dari proses assessment harus sudah sesuai dengan kebutuhan khusus dari calon tenaga kerja. Misalnya kalau calon tenaga kerja tersebut tuli, maka dibutuhkan seorang penterjemah isyarat,,”  ujarnya.

Tantangannya, menurut Laili, adalah jumlah penterjemah isyarat masih sangat terbatas sehingga harapan ke depan, dengan adanya Perda baru, bisa memberikan dukungan agar lebih banyak tersedia penterjemah isyarat.

Payung Hukum Kuat

Sementara itu Sunarman Sukamto dari PPRBM Solo, menyampaikan bahwa pelaksanaan pemenuhan hak difabel membutuhkan sebuah payung hukum yang kuat, komprehensif dan implementatif.

Baca Juga :  Buntut Pelajar di Semarang Tertembak, IPW Meyakini Terjadi Tawuran Antar Geng Motor

“DIM yang kami sampaikan ini merupakan kumpulan berbagai masukan situasi dan kondisi faktual dan aktual yang dihadapi oleh para difabel sehari-hari dari seluruh kabupaten dan kota se Jawa Tengah,” paparnya.

Menurut Maman, panggilan akrab Sunarman, yang juga bekerja di Kantor Staf Presiden itu, inisiatif untuk mengumpulkan berbagai masukan tersebut adalah wujud adanya rasa memiliki dan niat memberikan kontribusi agar Perda baru Jawa Tengah benar-benar menjadi payung hukum yang mampu melindungi dan memenuhi hak-hak difabel di semua bidang, khususnya bidang pemenuhan hak dasar, misalnya kesehatan, pendidikan, sosial, ekonomi, aksesibilitas, dan perlindungan hukum.

Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Tengah, Harso Susilo menyambut baik dan mengapresiasi  masukan dari Jaringan Kawal Jateng Inklusi berupa Daftar Isian Masalah (DIM) sebagai substansi Raperda Jawa Tengah.

“Inisiatif Perda baru oleh Dinas Sosial Jawa Tengah ini sudah muncul tahun 2020, tetapi karena terjadi pandemi Covd-19 dan semua diarahkan untuk refocusing respon Covid-19, maka inisiatif tersebut baru bisa dilanjutkan di tahun 2021 ini,” jelasnya.

Target Dinas Sosial, di akhir Maret 2021 ini, draft Raperda sudah selesai berproses bersama stakeholder terkait, khususnya dengan Biro Hukum yang merupakan pihak yang akan “menjahit” aspek substansi menjadi bentuk draft Raperda sesuai dengan kewenangan dan berdasarkan kaidah peraturan yang berlaku.

Didampingi Kabid Sugondo, dan Kasi Heksa Sari beserta sejumlah staf, Kepala Dinas Sosial menyampaikan bahwa setelah draft Raperda sudah selesai berproses di Dinas Sosial bersama stakeholders tekait, maka segera diserahkan kepada DPRD provinsi Jawa Tengah untuk dibahas dan ditetapkan menjadi Perda yang baru.

Kepala Dinas Sosial berjanji akan selalu melibatkan perwakilan difabel dalam setiap proses pembahasan.

“Difabel akan dilibatkan secara bergiliran sesuai dengan topik pembahasan, misalnya ketika membahas substansi atau materi tentang ketenagakerjaan, maka difabel yang diharapkan hadir mewakili adalah difabel yang memiliki pemahaman, pengalaman dan kapasitas dalam bidang tersebut, dan begitu juga ketika membahas topik atau materi lainnya,” tambahnya.

Dinas Sosial juga menyatakan akan selalu bersama jaringan difabel untuk mempertahankan substansi dan aspirasi sesuai ketentuan yang berlaku.

“Jika ada aspirasi yang belum bisa diakomodir dalam Perda, mungkin akan diakomodir dalam Pergub sebagai aturan pelaksanaan dari Perda tersebut,” ujarnya, sebagaimana dikutip dalam rilis ke Joglosemarnews.

Baca Juga :  Guru Madrasah di Jepara Jadi Korban Penembakan Airsoft Gun oleh Tetangga Desa  

Selain menyerahkan DIM kepada Dinas Sosial, para aktivis hak difabel juga menyerahkan DIM kepada Komisi E DPRD Jawa Tengah.

Dalam kesempatan audiensi dengan Komisi E, koordinator Jangka Jati, Fatimah Asri menyampaikan kronologi terbentuknya Jaringan Kawal Jateng Inklusi dan tersusunnya DIM Raperda Jawa Tengah.

Beberapa aktivis difabel lain yang juga hadir menyampaikan beberapa contoh kasus-kasus diskriminasi yang dialami difabel di Jawa Tengah, khususnya dalam bidang pendidikan dan ketenagakerjaan.

“Contohnya kasus Muhammad Baihaqi yang didiskualifikasi Badan Kepegawaian Daerah Jateng dari proses seleksi CPNS karena alasan disabilitasnya tidak sesuai dengan yang dibutuhkan,” paparnya.

Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Tengah, H. Abdul Aziz, mengapresiasi dan menyambut dengan hangat aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan jaringan para aktivis difabel se Jawa Tengah tersebut.

“Komisi E DPRD siap menerima dan membahas Raperda tentang perlindungan dan pemenuhan Hak difabel tersebut.”

Messy Widiastuti, anggota Komisi E yang juga hadir, juga sanggup mengawal substansi Perda agar sesuai dengan aspirasi kawan-kawan difabel.

“Saya menyayangkan adanya berbagai kasus diskriminasi yang dialami difabel, dan ke depan saya ingin membantu agar kasus-kasus seperti itu bisa selesai dengan kekeluargaan atau solusi jalan tengah.”

Setelah menyerahkan DIM kepada Komisi E, para aktivis difabel menemui Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo. Saat itu Gubernur sedang bersiap meninggalkan kantor. Meskipun para aktivis difabel “mendadak” mendatangai kantor gubernur,  Gubernur menyempatkan berdialog dengan para aktivis difabel di dekat pintu keluar kantor gubernur.

Pada intinya Gubernur sudah mengetahui dan mendukung Dinas Sosial menyiapkan Raperda tentang hak-hak difabel agar Jawa Tengah memiliki Perda yang lebih baik. “Saya siap bertemu dengan perwakilan jaringan difabel Jawa Tengah kapan saja dan tidak harus pertemuan formal,” katanya. Suhamdani