B
OYOLALI, JOGLOSEMARNEWS.COM – Bagi petani, panen padi menjadi harapan untuk menutup kebutuhan hidup sehari- hari. Sayangnya, hasil panen kadang tidak sesuai harapan.
Seperti dialami para petani di Desa Jembungan, Kecamatan Banyudono. Mereka baru saja terpuruk karena hasil panen merosot.
Pada panen kali ini, sebagian besar petani terpaksa merugi. Hasil panen tidak bisa menutup biaya tanam serta pembelian pupuk dan pestisida.
“Panen merosot sehingga petani rugi,” ujar salah satu petani desa setempat, Tatik (54).
Dijelaskan, seperti biasa, dia menjual hasil panen dengan sistem tebasan. Yaitu menjual hasil panen padi langsung di sawah. Namun, panen tidak begitu bagus karena hanya laku Rp 2,1 juta saja.
Padahal, untuk biaya tanam serta pupuk dan obat- obatan menghabiskan biaya hingga Rp 2 juta. Hasil panen masih diberikan kepada penggarap sebanyak 25 persen.
“Jadi, saya hanya menerima uang Rp 1,5 juta.”
Keterpurukan, lanjut dia karena dia tidak mendapat jatah pupuk bersubsidi. Dia pun terpaksa membeli pupuk non subsidi dengan harga Rp 300.000/ sak isi 50 kg. Padahal, untuk kebutuhan pupuk mencapai 1,5 kuintal.
“Saya belum memiliki kartu tani. Bahkan pemilik kartu tani pun, juga masih harus menambah dengan pupuk non subsidi karena jatah pupuk subsidi sangat terbatas.”
Sementara itu, kondidi berbeda terjadi di Desa Sembungan, Kecamatan Nogosari. Hasil panen padi di desa tersebut justru sangat menggembirakan. Di Musim Tanam 2 (MT2) komoditas beras mampu panen 197 hektare dan pada bulan Juni-Juli akan memanen di 2.000 hektare.
Harga jual juga bagus Rp 4.300/kg untuk yang dipanen dengan (mesin) combine dan Rp 4.000/kg untuk yang dipanen biasa.
“Sekarang petani sudah mulai terbiasa untuk panen secara combine sehingga hasilnya lebih bagus. Dampaknya, petani kita semakin sejahtera,” ujar Kepala Dispertan Boyolali, Bambang Jiyanto. Waskita