SOLO, JOGLOSEMARNEWS.COM — Pemerintah dituntut harus menyiapkan perlindungan anak di luar usia vaksin. Hal itu dilakukan untuk menghadapi tantangan pendidikan yang harus berjalan berdampingan dengan pandemi covid-19.
Ketua Himpunan Pendidik dan tenaga Kependidikan Anak usia Dini (Himpaudi) Jawa Tengah, Dedy Andriyanto mengatakan, di tengah program vaksinasi pemerintah saat ini yang tengah gencar dilakukan, muncul persoalan tersendiri dimana ketersediaan vaksin belum sepenuhnya mampu menjangkau seluruh elemen masyarakat, tak terkecuali para pelajar maupun para tenaga pengajar (guru) di semua sekolah.
Selain itu, anak di bawah usia 12 tahun juga memiliki hak yang sama dalam mendapatkan perlindungan dari risiko penularan Covid-19 sekaligus untuk menyelamatkan pendidikan mereka.
“Pandemi memang membuat dunia pendidikan ikut terpuruk, tetapi kita juga harus bisa bersama- sama berbuat agar pendidikan anak- anak tidak terhenti,” ujarnya dalam webinar ‘Menyelamatkan Pendidikan Anak di masa Pandemi’, yang digelar Akatara- Jurnalis Sahabat Anak bersama UNICEF, Sabtu (14/8/2021).
Menurutnya, Covid-19 telah membuat perubahan besar, tak terkecuali paradigma pendidikan di negeri ini. Mulai dari orang tua yang mendadak harus berperan sebagai pendidik hingga bagaimana pendidikan harus menyesuaikan dengan situasi yang belum sepenuhnya aman dari pandemi.
“Untuk itu cara pandang dan cara berpikir tentang pendidikan harus diubah agar pendidikan anak- anak bisa diselamatkan. Karena anak merupakan generasi emas bangsa di masa yang akan datang,” imbuh Dedy.
Dedy menekankan, yang diperlukan anak di masa pendemi adalah perlindungan. Bentuk perlindungan bisa didapatkan dari program vaksinasi Covid-19 (bagi yang telah memenuhi ketentuan) maupun dari apa yang seharusnya didapatkan anak.
Misalnya dari asupan gizi yang baik, pemenuhan kesejahteraan kesehatan yang lain dan juga menjaga agar anak tidak mendapatkan toxic stress.
“Karena itu, perlindungan dan perhatian akan menjadi imun yang kuat bagi anak- anak,” terangnya.
Sementara itu Himpaudi sendiri juga melakukan berbagai upaya dan kegiatan bersama, gotong royong, saling membantu untuk menguatkan para pendidik dalam menyelamatkan pendidikan anak usia dini.
Termasuk saling memotivasi, menguatkan dan tetap tidak lupa berinovasi. Sehingga pada saat menghadapi next new normal nanti, pendidikan anak- anak tetap siap dengan berbagai tantangan yang harus dihadapi.
“Perlu diketahui anak- anak harus mendapatkan suasana belajar yang menyenangkan. maka pendekatan budaya menjadi salah satu kiat untuk menciptakan suasana belajar yang nyaman untuk anak- anak dan itu yang dilakukan di Himpaudi saat ini,” tukas Dedy.
Dalam webinar ini, Pengamat Pendidikan Universitas Universitas PGRI Semarang (UPGRIS), Dr Ngasbun Egar mengungkapkan, kekhawatiran masyarakat terkait nasib sekolah anak- anak di masa pandemi ini akhirnya membuat beberapa lapis masyarakat mendadak mempunyai sikap “untung rugi” terhadap pendidikan jarak jauh selama ini dilakukan.
“Dari perspektif Sosiologi Pendidikan, adanya sikap dan pandangan “untung-rugi” menjadikan sebagian anggota masyarakat melihat proses pendidikan –pada masa pandemi Covid-19, ketika akan-anak harus belajar di rumah– sebagai sesuatu yang merugikan,” jelasnya.
Menurutnya, itu hal yang wajar jika pandangan tersebut tidak sekedar berorientasi ekonomi, karena anak- anak tidak mendapatkan hak pendidikannya secara optimal. Maka ini sebagai pertanda orang tua harus memberikan perhatian yang lebih baik terhadap pendidikan anaknya.
Tetapi jika orang tua berpandangan bahwa mereka ‘dirugikan’ karena anaknya belajar di rumah tetapi mereka harus tetap membayar iuran sekolah, tentu ini tidak bisa dibenarkan.
“Karena betapapun anaknya belajar dari rumah, tentu mereka tetap mendapatkan pendidikan, meskipun tidak bisa optimal,” tukasnya. Prihatsari