JOGLOSEMARNEWS.COM Daerah Sragen

Penjual BBM Eceran di Sragen Rame-Rame Menjerit Protes Pemerintah. Kulakan Pertalite Dipersulit, Dibatasi Hanya 10 Liter

Salah satu penjual BBM eceran di Desa Gading, Tanon, Sragen. Foto/Wardoyo
   

SRAGEN, JOGLOSEMARNEWS.COM – Kalangan penjual bahan bakar minyak (BBM) eceran di sejumlah wilayah di Sragen mengeluhkan sulitnya mendapat BBM Pertalite di SPBU.

Adanya kebijakan pembatasan pembelian untuk pedagang eceran adalah pemicunya. Kebijakan itu membuat pedagang eceran kini makin menjerit di tengah sulitnya ekonomi masa Pandemi Covid-19.

Pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite itu dikeluhkan oleh pedagang di beberapa wilayah.

Sumardi (40) atau sering dipanggil dengan Jhon, penjual BBM eceran asal Desa Gading, Kecamatan Tanon, Sragen mengatakan sudah hampir sepekan ini, dirinya semakin sulit untuk kulakan BBM pertalite di SPBU.

Hal itu karena pihak SPBU kembali menerapkan pembatasan volume pembelian.

Ia menyebut sejak awal bulan Agustus ini, pihak SPBU di wilayahnya membatasi untuk pedagang dengan jeriken hanya boleh membeli 10 liter Pertalite saja perhari.

“Iya semakin sulit Mas. Pemerintah ini bagaimana, nggak kasihan sama wong cilik. Namanya orang kecil kok dibikin sulit terus ini gimana. Cuma mau beli bensin (pertalite) dijual lagi, nyari untung dikit kok cuma dijatah 10 liter aja sehari,” paparnya kepada JOGLOSEMARNEWS.COM , Minggu (15/8/2021).

Sumardi menuturkan padahal sebelumnya perhari bisa membeli 35 liter sampai 40 liter pertalite perhari. Bahkan berapapun dia membeli tetap dilayani.

Pertalite itu dibeli dari SPBU dengan harga Rp 7.650 perliter. Kemudian ia jual lagi Rp 9000 perliter.

Sejak awal Agustus ini, pembelian dibatasi maksimal hanya 10 liter saja. Untuk harga masih sama yakni Rp 7.650 perliter.

Dengan pembatasan itu, praktis volume yang ia jual juga menurun drastis. Akibatnya penghasilannya juga merosot.

Baca Juga :  Hujan Deras 4 Jam Sore Tadi, Rumah Warga Desa Jati, Sumberlawang dan Tanon Sragen Terendam Banjir

Padahal jualan bensin eceran itu selama ini ibarat menjadi penopang kebutuhan keluarga karena profesi utamanya sebagai seniman mati total akibat Pandemi.

“Kalau harganya masih tetap sama, cuma sulitnya itu yang jadi masalah cuma dijatah 10 liter aja. Saya nggak habis pikir pemerintah ini maunya apa,” terangnya.

Mobil Bebas dan Pertamax Dijual Bebas 

Ia juga mempertanyakan alasan pembatasan hanya pada BBM pertalite untuk pedagang eceran. Sementara pembelian untuk mobil pribadi dan konsumen tidak dibatasi.

Kemudian BBM lain jenis Pertamax juga dijual bebas tanpa ada pembatasan. Padahal baik Pertalite dan Pertamax sama-sama tidak bersubsidi.

“Ini seolah-olah mau mematikan pedagang eceran Mas. Kalau memang dibatasi, kenapa hanya Pertalite, sedang Pertamax tidak. Kalau masyarakat kan carinya Pertalite yang lebih murah dan irit. Kalau ngecer Pertamax agak mahal nggak banyak yang minat,” jelasnya.

Sumardi mengaku sempat kaget dengan pembatasan itu. Sebab tidak pernah ada pemberitahuan terlebih dahulu. Bahkan ia sempat komplain dan bertengkar sama petugas maupun penjaga SPBU.

“Katanya kemarin alasannya ada peraturan baru aja gitu. Tapi nggak tahu alasan pastinya apa. Katanya pokoknya pedagang hanya dijatah 10 liter aja,” tukasnya.

Ia berharap pemerintah bisa membatalkan kebijakan pembatasan itu. Sebab pembatasan itu sangat merugikan rakyat kecil dan pedagang eceran.

“Harapannya dikembalikan seperti dulu lagi saja. Bisa ambil berapa berapa bebas, jadi jualan di rumah juga nggak telat. Kalau kayak gini kan orang kampung pada telat mau beli. Kasihan juga mereka yang tinggal di desa dan jauh dari SPBU. Kita hanya cari untung sedikit aja Mas mau jualan bensin aja dipersulit. Terus disuruh kerja apa. Seniman juga sudah 2 tahun nggak boleh tanggapan,” ujarnya kesal.

Baca Juga :  Tanpa Restu Bapak, Untung Wina Sukowati Calon Bupati Sragen 2024 Nekat Maju Lewat Partai Demokrat: Ini Tekat Saya Sendiri

Senada, pedagang BBM eceran di Sidoharjo, Sragen, Ari juga mengeluhkan adanya pembatasan pembelian Pertalite di SPBU.

Sama halnya Sumardi, ia kini hanya dibolehkan membeli Pertalite pakai jeriken maksimal 10 liter perhari. Padahal biasanya sehari ia bisa menghabiskan 20 sampai 25 liter.

“Alasannya katanya ada perubahan kebijakan untuk pembeli pakai jeriken khusus Pertalite. Malah disarankan beli Pertamax, kalau Pertamax berapapun dilayani. Ini maksudnya apa. Kenapa hanya Pertalite yang dibatasi. Kalau memang nggak boleh jual eceran, terus maunya pemerintah gimana,” ujarnya kesal.

SPBU Ogah Komentar 

Sementara, sejumlah pengelola SPBU di beberapa wilayah di Sragen yang dikonfirmasi sama-sama tidak berani buka suara.

Meski tidak menampik memang ada pembatasan pembelian Pertalite untuk jeriken dan pedagang eceran, mereka memilih bungkam dengan alasan bahwa itu kebijakan dari atas.

Terpisah, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten Sragen, Tedi Rosanto mengaku belum mengetahui jika ada pembatasan pembelian Pertalite itu.

Ia mengaku akan segera mencari informasi dari pihak terkait utamanya Pertamina. Sebab sejauh ini, pihaknya juga belum menerima tembusan surat apapun dari Pertamina terkait kebijakan soal Pertalite.

“Belum ada surat resmi dari pertamina yang menyatakan berita seperti itu. Jadi kami belum bisa berkomentar. Yang jelas belum menerima surat itu, nanti kami akan segera kroscek ke Pertamina,” tandasnya. Wardoyo

  • Pantau berita terbaru dari GOOGLE NEWS
  • Kontak Informasi Joglosemarnews.com:
  • Redaksi :redaksi@joglosemarnews.com
  • Kontak : joglosemarnews.com@gmail.com