JAKARTA, JOGLOSEMARNEWS.COM – Memasuki periode kedua ini, presiden Joko Widodo (Jokowi) menghadapi kompleksitas tekanan yang luar biasa.
Penilaian itu dilontarkan oleh Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya. Dia mengatakan, ada kompleksitas luar biasa yang dihadapi pemerintahan Presiden Joko Widodo di periode kedua ini.
Ia mengatakan, pada 20 Oktober mendatang, Jokowi akan menginjak dua tahun pemerintahannya di periode kedua atau tujuh tahun masa jabatannya sebagai presiden.
“Menurut saya kompleksitasnya luar biasa apa yang akan dihadapi Jokowi di periode kedua,” kata Yunarto dalam acara webinar yang digelar Lab 45, Minggu ( 17/10/2021).
Pertama, kata Yunarto, Jokowi sebagai inkumben yang maju dan terpilih kembali menghadapi janji-janjinya yang tak terealisasi di periode pertama.
Sejak maju sebagai calon gubernur DKI Jakarta pada 2012 dan calon presiden pada 2014 dan 2019, kata Yunarto, Jokowi melontarkan target-target yang ambisius.
Dia mencontohkan target pertumbuhan ekonomi sebesar 7 persen. Menurut Yunarto, target itu berat mengingat situasi ekonomi usai booming komoditi yang jauh dari angka stabil.
“Itu yang pertama beban yang akan dihadapi Jokowi-Ma’ruf ketika realisasi janji banyak yang tidak terpenuhi di periode pertama,” ujarnya.
Kedua, polarisasi setelah Pemilu 2014 dan 2019. Yunarto mengatakan polarisasi ini berdampak pada tingkat kepuasan terhadap pemerintah hingga sekarang.
Merujuk sejumlah hasil survei, kata dia, approval maupun disapproval rating terhadap Jokowi tak serta-merta menggambarkan rasionalitas pemilih dalam menilai kebijakan pemerintah.
Yunarto menduga tingkat kepuasan itu bahkan didominasi sikap partisan masing-masing pemilih yang terbentuk dalam dua pemilu secara sangat fanatik. Pemilih Jokowi, kata dia, umumnya menyatakan tetap puas terhadap kebijakan pemerintah.
“Yang memilih Prabowo 2019 sepertinya kebijakan dan dalam kondisi naik-turun seperti apa pun tetap tidak puas,” kata Yunarto.
Kompleksitas berikutnya menurut Yunarto adalah janji Jokowi bahwa dia tanpa beban di periode kedua ini. Namun, janji itu lantas dijawab dengan komposisi kabinet yang lebih politis.
“Kita tahu janji tanpa beban itu adalah sebuah lentingan untuk ekspektasi yang lebih besar bagi masyarakat, yang bisa menjadi bom waktu,” ujarnya.
Keempat, Yunarto mengatakan tiga beban tersebut bertemu dengan kondisi pandemi Covid-19. Kondisi ini sudah pasti berimbas kepada memburuknya kondisi ekonomi. Sedangkan di sisi lain, kondisi ekonomi merupakan variabel utama penentu tingkat kepuasan terhadap pemerintah.
Variabel kompleksitas berikutnya menurut Yunarto adalah kutukan periode kedua atau second-term curse. Secara hipotesis, kata dia, approval rating terhadap presiden yang sudah menjabat di periode kedua akan mengalami kemerosotan secara psikologis di dua tahun terakhir pemerintahannya.
Sebab, orang-orang di sekitar Jokowi baik birokrat, partai politik, maupun anggota kabinet sudah mulai berbicara tentang presiden yang akan datang.
“Di situlah fenomena lame duck government, lame duck leadership akan terjadi,” kata Yunarto.